Izin Siaran Digital Pemain Baru Diperketat

Sholahuddin Al Ayyubi
Rabu, 25 Januari 2017 | 18:13 WIB
/Ilustrasi
/Ilustrasi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)‎ tengah berencana memperketat pemberian izin Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) baru yang akan bermain pada siaran digital untuk menyehatkan industri tersebut.

‎Geryantika Kurnia, Direktur Penyiaran Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) pada Kemenkominfo mengemukakan pemerintah saat ini masih menunggu Revisi UU Penyiaran yang tengah digodok oleh DPR rampung. Beberapa regulasi yang akan diatur dalam revisi tersebut di antaranya adalah migrasi siaran dari analog ke digital, lalu penyerahan frekuensi analog 700 MHz kepada pemerintah dan aturan bermain pada siaran digital.

"‎Jadi begini, untuk izin (lembaga penyiaran) yang baru akan kami berikan secara selektif sesuai dengan demand dan supply-nya supaya industri ini sehat," tuturnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu di Jakarta, Rabu (25/1).

Menurutnya, sebelum melakukan migrasi siaran dari analog ke digital, Kemenkominfo juga akan melakukan evaluasi secara menyeluruh dari izin yang selama ini sudah diberikan kepada seluruh stasiun televisi.

"Nanti televisi yang izinnya tidak jalan, akan kami cabut segera. Tapi yang sudah memenuhi standar bisa langsung ke digital," katanya.

Dia juga menjelaskan ‎beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pemain untuk mendigitalisasi siaran di antaranya adalah harus memenuhi standarisasi teknis pendirian stasiun televisi digital, memenuhi standar minimum investasi, termasuk standarisasi kualitas konten yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

"Semua ini harus dipenuhi sebelum mereka mau migrasi siaran ke digital, nanti akan kami cek," ujarnya.

‎Regulasi tentang digitalisasi penyiaran tersebut tidak hanya tertuang di dalam RUU Penyiaran yang tengah digodok DPR saat ini, tetapi juga pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 5/2016 tentang Uji Coba Teknologi Telekomunikasi dan Penyiaran.

Konsideran regulasi tersebut adalah dalam rangka penelitian dan penetapan arah kebijakan tentang penyelenggaraan telekomunikasi, informatika dan penyiaran, salah satunya adalah berkaitan dengan TV digital dengan dua metode yaitu SFN (Single Frequency Network) dan MFN (Multi Frequency Network).

‎Dewasa ini, pemerintah tengah melakukan uji coba siaran digital yang dimulai oleh TVRI. Dalam hal ini, Kemenkominfo melibatkan sejumlah stakeholder seperti di antaranya KPI, LPP TVRI, penyedia konten dan industri perangkat. Masa uji coba siaran digital dilakukan selama 6 bulan dan dapat diperpanjang, namun bersifat non komersial dimana wilayah yang dapat melakukan uji coba tersebut telah memiliki infrastruktur multipleksing sebanyak 20 lokasi di seluruh Indonesia.

Sejauh ini, baru ada sebanyak 36 penyedia konten yang sudah berbadan hukum yang akan mengikuti uji coba siaran TV Digital dan bekerja sama dengan TVRI sesuai MoU yang ditandatangani pada 9 Juni 2016.

Gery menjelaskan, melalui digitalisasi penyiaran tersebut industri dapat ‎lebih efisien. Pasalnya, ke depan industri penyiaran tidak perlu lagi investasi untuk perangkat, namun hanya fokus pada konten siaran digital yang berkualitas.

"Pemerintah sudah menetapkan master plan untuk frekuensi digital ini. Nantinya, frekuensi ini akan diselenggarakan oleh penyelenggara MUX.‎ Cuma model bisnis MUX-nya harus ditetapkan dulu mau Single atau multi MUX," tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan alasan pihaknya tengah berencana mengambil frekuensi 700 MHz dari siaran analog dan memindahkan ke siaran digital adalah untuk efisiensi frekuensi. Menurutnya, frekuensi tersebut akan didedikasikan untuk pengembangan pita lebar yang membutuhkan spektrum sangat besar termasak pengembangan teknologi 4G LTE.

"Nanti semuanya akan kami tata ulang, sehingga kita dapat digital deviden untuk broadband dan kalau nanti sudah beralih ke digital, maka akan ada efisiensi frekuensi sekitar 112 MHz," katanya.

Sebagai gambaran, frekuensi yang dewasa ini telah digunakan oleh TV analoh terbentang dari rentang 478 MHz sampai 806 MHz atau memiliki lebar pita sekitar 300 MHz, khusus penggunaan frekuensi 700 MHz, penggunaannya lebih didominasi oleh negara Eropa untuk kepentingan 4G LTE. Namun khusus di wilayah Asia, masih belum populer.

Secara terpisah, ‎Ketua Masyarakat Cipta Media Paulus Widiyanto mengemukakan pengetatan pemberian izin untuk melakukan siaran digital tersebut dinilai ‎hanya akan membuat pemain lama semakin untung dan pemain baru akan kesulitan untuk masuk ke industri tersebut.

"‎Draft RUU Penyiaran ini kelihatannya memang sengaja dirancang‎ dan didesain untuk membela pemain lama yang sudah mapan," ‎tuturnya.

Menurutnya, jika digitalisasi penyiaran tersebut hanya didominasi oleh pemain lama yang sudah mapan di Indonesia, maka dikhawatirkan industri tersebut tidak akan maju. Pasalnya, pemain lama diprediksi akan bermain pada dua bidang sekaligus yaitu infrastruktur dan konten siaran.

"Nanti negara akan gigit jari karena gagal menata kembali penguasaan SFR yang sekarang dipegang oleh LPS existing‎," katanya.

‎Dia juga menjelaskan idealnya pemain infrastruktur penyiaran dan konten penyiaran harus dipegang oleh dua entitas bisnis yang berbeda. Menurutnya, jika infrastruktur dan konten dipegang oleh satu industri yang sama maka dikhawatirkan ke depan negara tidak memiliki kekuatan atas penyiaran tersebut.

"‎Jadi nanti semuanya akan diambil pihak swasta. Padahal seharusnya infrastruktur penyiaran itu dipegang penuh pemerintah demi menghadirkan kedaulatan negara. Pemerintah harus perhatikan ini," tukasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper