Bisnis.com, JAKARTA--Vendor pengamanan IT global Avast memprediksi tahun ini ancaman malware semakin meningkat karena tingkat perlindungan data yang rendah dan penetrasi piranti Internet of Things (IoT) semakin besar di Indonesia.
Ondrej Vicek, CTO Avast mengemukakan dewasa ini peretas diprediksi lebih dominan melakukan serangan terhadap perangkat IoT yang berbasis Internet. Menurutnya, semakin banyak piranti yang terhubung ke Internet maka risiko ancaman siber semakin besar.
"Jadi jika semakin banyak perangkat yang telah terhubung dengan jaringan, itu pasti juga akan menambah risiko keamanan siber yang timbul di Indonesia," tuturnya di Jakarta, Kamis (30/3).
Dia juga menjelaskan salah satu jenis malware yang telah berhasil melakukan serangan terhadap piranti IoT pengguna adalah Mirai Botnet. Menurutnya, melalui serangan terhadap piranti tersebut, Mirai Botnet berhasil melumpuhkan server DNS Dyn dan membuat separuh koneksi Internet di Amerika Serikat lumpuh total.
"Kalau kami melihat, awal tahun lalu memang Mirai Botnet ini cukup berbahaya, karena pola serangan yang dilakukan melalui piranti IoT, mulai dari piranti router sampai ke perangkat pintar lainnya," katanya.
Vicek mengatakan rentannya piranti IoT yang ada di Tanah Air dapat dilihat melalui prediksi Avast tahun ini yang menyebutkan setidaknya ada 25,5% dari seluruh webcam dan sekitar 20,9% router rentan diretas oleh penjahat siber.
"Jika peretas berhasil membobol webcam dan router, maka dampaknya mereka bisa menjadi snoop atau pengintip dan melihat berbagai aktivitas yang dilakukan di ruang publik atau pribadi," ujarnya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Avast, tahun ini akun Amazon dinilai menjadi salah satu data yang paling berharga sekaligus rentan untuk diretas dengan kemungkinan diretas sebesar 62,5%.
Berikutnya adalah akun Linkedln sekitar 48,2% dan Dropbox atau akun penyimpanan cloud lainnya sekitar 43,9%. Kemudian Whatsapp sekitar 41%, disusul akun email 35,3%, Snapchat 34,8%, Twitter 34,6% dan Facebook 33%.
Menurut Vicek, meskipun fakta survei Avast telah menyebutkan email paling banyak digunakan sebagai akun online terpenting bagi pengguna di Indonesia, namun informasi yang ada pada akun Amazon dinilai lebih berharga untuk diretas.
"Jadi peretas itu nanti dapat mencuri informasi akun mulai dari nama pengguna, kata sandi dan rincian kartu kredit. Kemudian menjual data itu semua di darknet hanya seharga US$2 atau kurang dari itu, tergantung dari nilai tukar bitcoin saat itu," katanya.
Dia menjelaskan database yang berisi tentang data curian tersebut dinilai sering muncul pada darknet atau pasar gelap peretas untuk diperjualbelikan. Menurutnya, pengguna akun perlu mengganti kata sandi secara rutin, agar kebocoran data tidak lagi terjadi.
"Jadi agar pengguna aman dan tidak menjadi korban penjualan data, mereka perlu melakukan penggantian kata sandi secara rutin, ini adalah salah satu hal termudah yang bisa dilakukan agar tidak diserang peretas dan akun lebih aman," tukasnya.