Bisnis.com, JAKARTA - Era transformasi digital ditandai dengan semakin meningkatnya belanja atau investasi dan pengadopsian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di berbagai negara. Namun, masih terdapat beberapa kesenjangan antara ekonomi digital di negara maju dan negara berkembang.
Laporan Huawei Global Connectivity Index (GCI) 2017 yang baru dirilis menggambarkan perkembangan transformasi digital 50 negara, termasuk Indonesia. Dari 50 negara, 16 negara dianggap sebagai negara terdepan atau Frontrunners, 21 negara Adopters, dan 13 negara lainnya Starters.
Kelompok ini mencerminkan kemajuan suatu negara dalam hal transformasi digital dan Indonesia berada dalam kelompok Starters dan menempati posisi ke-40, naik dua peringkat dibandingkan dengan tahun lalu, dengan tingkat penetrasi 4G yang meningkat drastis serta biaya fixed dan mobile broadband yang makin terjangkau.
Peningkatan peringkat ini didorong program pemerintah mengenai rencana pita lebar (broadband) lima tahun yang akan menjangkau 49% rumah tangga di pedesaan dan 70% rumah tangga di perkotaan pada 2019.
Akan tetapi, di antara sejumlah negara Asean lainnya, Indonesia masih menempati posisi yang cukup rendah dibandingkan dengan Singapura (2), Malaysia (24), Thailand (33), dan Filipina (41) pada GCI 2017.
Deputy Director of National ICT Strategy & Business Development PT Huawei Tech Investment (Huawei Indonesia) Mohamad Rosidi mengatakan karakteristik dari ekonomi digital yang maju adalah semuanya dapat diakses secara mobile, terkoneksi, dan tervirtualisasi.
“Agar tetap dapat bersaing, negara-negara yang masih dalam tahap awal transformasi digital perlu memprioritaskan pengembangan infrastruktur TIK, terutama konektivitas pita lebar dan adopsi Cloud ke tingkat strategis dalam perencanaan ekonomi untuk mengaktifkan sumber daya lokal dan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujar Rosidi di Jakarta pada Selasa (16/5/2017).
Beberapa negara maju telah menerapkan peraturan di bidang digital untuk mendorong investasi di bidang TIK, seperti Smart Nation di Singapura, Smart Digital di Malaysia, Internet Plus di Tiongkok, Advanced Manufacturing di Amerika, dan Industry 4.0 di Eropa.
Pada saat yang bersamaan, ekonomi digital di negara berkembang juga mulai mempercepat pertumbuhan dengan melakukan investasi strategis dalam kemampuan TIK dan transformasi digital, meskipun masih terdapat beberapa kesenjangan antara ekonomi digital di negara maju dan negara berkembang.
Survei dilakukan melalui dasar pengukuran 40 indikator unik meliputi lima enabler teknologi yakni pita lebar, pusat data, Cloud, big data, dan Internet of Thing (IoT). Enabler karena dengan melakukan investasi di lima teknologi ini, setiap negara akan bisa melakukan digitalisasi ekonomi.
Di kelompok Frontrunners terdiri dari negara-negara maju yang terus meningkatkan pengalaman pengguna di bidang digital, menggunakan big data dan IoT untuk menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dan efisien.
Adapun negara yang termasuk Adopters fokus dalam meningkatkan permintaan TIK untuk memfasilitasi digitalisasi indutri dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas tinggi.
Sementara itu, negara-negara Starters masih berada dalam tahap awal pembangunan infrastruktur TIK dan masih fokus dalam meningkatkan pasokan TIK untuk memberikan akses digital kepada banyak orang.