Bisnis.com, JAKARTA -- Wahana Terrestrial Langit atau High Altitude Platform Station (HAPS) menyisakan banyak pekerjaan rumah sebelum dapat beroperasi di Indonesia.
GM Engineering PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Sigit Jatiputro berpendapat hingga saat ini, HAPS belum dapat beroperasi karena terhadang beberapa konsep yang belum jelas.
Dia mengatakan dari sisi frekuensi, HAPS harus memperjelas alokasi spektrum frekuensi yang mereka gunakan. Spektrum tersebut harus terbebas dari interferensi dengan operator seluler dan operator satelit.
“Karena ada potensi akan saling menginterferensi. Kecuali, HAPS menggunakan frekuensi yang benar benar berbeda,” ujar Sigit kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan dari sisi ketinggian penerbangan wahana, HAPS harus memastikan terbang di jalur aman atau jalur yang tidak ada penerbangan pesawat. Pasalnya, posisi HAPS yang berada di atmosfer berisiko bertabrakan dengan pesawat terbang komersial.
“Mengingat kondisi cuaca yang sewaktu-sewaktu berubah serta periodik diganti per bulan, maka ada kemungkinan platform ballon atau HAPS saat naik atau turun tiba-tiba dapat berakibat fatal bagi dunia penerbangan,” terang Sigit.
Rendahnya posisi terbang HAPS juga membuat teknologi ini tidak memiliki cakupan yang luas sehingga akan membebani operator yang menggunakannya.
Cakupan layanan HAPS hanya sekitar 125-150 kilometer (km). Operator yang menggunakan HAPS membutuhkan banyak gateway untuk mengoperasikannya.
”Ada biaya capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex) dari setiap gateway,” sambungnya.
Terkait kolaborasi antara industri satelit dengan industri HAPS, Sigit menilai selama ada pembuktian mengenai jaminan teknologi, frekuensi, dan keamanan penerbangan HAPS maka kolaborasi keduanya dimungkinkan.