Axiata Sebut Layanan Starlink Kemahalan untuk Pasar RI

Rika Anggraeni
Kamis, 13 Juni 2024 | 20:44 WIB
Sebuah roket SpaceX Falcon 9 yang membawa batch ke-19 dari sekitar 60 satelit Starlink diluncurkan dari pad 40 di Cape Canaveral Space Force Station. Reuters
Sebuah roket SpaceX Falcon 9 yang membawa batch ke-19 dari sekitar 60 satelit Starlink diluncurkan dari pad 40 di Cape Canaveral Space Force Station. Reuters
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Axiata Group Berhad (Axiata) menilai bisnis perusahaan di Indonesia masih tetap kokoh di tengah hadirnya layanan satelit Starlink. Harga Starlink yang senilai Rp750.000 per bulan disebut terlalu mahal dibandingkan layanan seluler.

Group Chief Executive Officer & Managing Director Axiata Vivek Sood menilai harga yang dipatok Starlink sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga yang ada di pasar.

Layanan lebih cocok diperuntukkan untuk rural area, untuk menekan ongkos investasi penggelaran jaringan di daerah pelosok, bekerja sama dengan operator.

"Harga Starlink di Indonesia masih mahal," kata Vivek di Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Viviek mengaku untuk membangun menara dan fiber optik di rural area membutuhkan investasi yang sangat mahal. Untuk itu, dia menyampaikan Starlink berpeluang untuk menjadi mitra, salah satunya sebagai backhaul atau jaringan transport. 

Diketahui, untuk mencapai last mile atau ujung menara yang langsung memberikan layanan seluler ke pelanggan, dibutuhkan infrastruktur jaringan transport. Infrastruktur ini, khusus di daerah rural, bisa menggunak microwave atau menggunakan satelit. 

Satelit GEO yang ada saat ini memiliki kapasitas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas satelit LEO Starlink, milik Elon Musk

Viviek menambahkan bahwa perusahaan juga tengah dalam tahap diskusi dengan beberapa satelit orbit bumi rendah lain untuk menjadi mitra bersama Axiata.

Sementara itu, Group Chief Financial Officer Axiata Nik Rizal Kamil menuturkan bahwa keberadaan Starlink sangat membantu daerah pedesaan yang selama ini tidak terjangkau layanan internet.

Dengan adanya Starlink, ungkap Nik, masyarakat di wilayah terluar bisa mendapatkan manfaat layanan internet. Dia pun menyebut masuknya Starlink ke Indonesia juga tidak berdampak besar terhadap bisnis perusahaan.

“[Starlink] bukan sebagai pengganti, jadi seharusnya tidak memiliki dampak besar pada investasi [Axiata] di Indonesia,” kata Nik.

Saat ini, ujar Nik, Axiata melihat Starlink bukan sebagai kompetisi di telekomunikasi seluler, fiber, maupun operasional perusahaan.

Lebih lanjut, Nik menyatakan bahwa Starlink bukan menjadi ancaman maupun pesaing di industri telekomunikasi, melainkan bisa melengkapi ekosistem industri yang selama ini tidak bisa terjamah oleh fiber optik.

“Jadi sekali lagi, Starlink adalah sesuatu yang perlu kita awasi dengan cermat saat ini. Ini bukan ancaman. Ini bukan pesaing. Ini bisa menjadi pelengkap, tetapi ini perusahaan Elon Musk,” tandasnya.

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper