AS dan Sekutu Tuding China Biang Kerok Serangan Siber di Indo-Pasifik

Rika Anggraeni
Selasa, 9 Juli 2024 | 09:52 WIB
Presiden China Xi Jinping terlihat di layar selama pidato video untuk KTT Perdagangan Jasa Global, di pusat media Pameran Perdagangan Jasa Internasional Tiongkok (CIFTIS) di Beijing, Tiongkok 2 September 2023. REUTERS/Florence Lo
Presiden China Xi Jinping terlihat di layar selama pidato video untuk KTT Perdagangan Jasa Global, di pusat media Pameran Perdagangan Jasa Internasional Tiongkok (CIFTIS) di Beijing, Tiongkok 2 September 2023. REUTERS/Florence Lo
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menuduh Kementerian Keamanan Negara China mengarahkan serangan siber terhadap entitas pemerintah dan sektor swasta melalui sekelompok peretas yang dikenal sebagai Advanced Persistent Threat 40 atau APT40.

Melansir Bloomberg, Selasa (9/7/2024), dalam laporan yang dipimpin Australia yang diterbitkan pada Selasa pagi, badan keamanan siber dan intelijen untuk AS, Inggris, Kanada, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman mengatakan bahwa APT40 telah berulang kali menargetkan pemerintah di seluruh Indo-Pasifik.

Dalam laporannya, disebut bahwa kelompok itu mampu mencuri ratusan nama pengguna dan kata sandi (password) unik dalam satu insiden pada April 2022, serta mencegat kode otentikasi multifaktor.

"Agensi penulis menilai bahwa kelompok ini melakukan operasi dunia maya yang berbahaya untuk Kementerian Keamanan Negara," kata laporan itu.

Lebih lanjut, laporan tersebut juga menambahkan bahwa APT40 lebih sering mengeksploitasi kerentanan dalam infrastruktur yang dihadapi publik daripada menggunakan teknik yang membutuhkan interaksi pengguna, seperti phishing.

Bloomberg menyebut bahwa jarang bagi Australia yang secara eksplisit menuduh pemerintah China terlibat dalam serangan dunia maya, terutama setelah peningkatan hubungan antara Canberra dan Beijing sejak pemilihan administrasi Buruh kiri-tengah pada Mei 2022.

Pada Juni, Perdana Menteri China, Li Qiang, menjadi pejabat senioritas pertamanya yang mengunjungi Australia dalam lebih dari tujuh tahun, sebuah tonggak utama dalam normalisasi hubungan diplomatik antara kedua negara.

Dalam sebuah pernyataan, Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Siber Australia, Clare O'Neil mengatakan bahwa gangguan siber oleh pemerintah asing adalah salah satu ancaman paling signifikan yang dihadapi.

“Setiap hari badan intelijen kami bekerja tanpa lelah untuk mengidentifikasi dan mengganggu aktor-aktor ini,” tuturnya.

Penulis : Rika Anggraeni
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper