Bisnis.com, JAKARTA — Kasus penipuan deepfake akibat teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah membuat bank Eropa kehilangan US$35 juta pada 2023. Lebih parahnya, saat ini banyak aplikasi deepfake free atau gratis di play store.
Lantas, apa sebenarnya deepfake dan bagaimana cara mengenalinya?
Mengutip blog resmi VIDA, Rabu (4/9/2024), deepfake merujuk pada foto, video, dan audio palsu yang direproduksi dari sumber asli menggunakan kecerdasan buatan (AI). Konten deepfake ini tampak nyata dan mirip dengan aslinya.
Awalnya, teknologi ini banyak digunakan dalam industri hiburan, seperti mengedit suara seseorang untuk bernyanyi. Menurut Home Security Heroes, kehadiran video deepfake telah meningkat lebih dari 550% sejak 2019.
Namun, lambat laun video deepfake justru menjadi ancaman. Untuk memerangi deepfake sendiri juga membutuhkan AI yang sama canggihnya.
Berdasarkan laporan riset white paper bertajuk ‘Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Business from AI-Generated Digital Fraud’ yang dimuat PT Indonesia Digital Identity (VIDA), deepfake yang berasal dari teknologi AI mampu menciptakan video, audio, atau gambar palsu yang realistis untuk menyamar sebagai individu dalam pencurian identitas dan penipuan.
Dalam hal ini, deepfake menggunakan serangan presentasi (video atau audio palsu) dan serangan injeksi (aliran yang dimanipulasi) untuk melewati pemeriksaan identitas, mengeksploitasi sistem yang tidak memiliki verifikasi berbasis AI dan deteksi keaktifan.
Bahkan, dampak dari penipuan deepfake terhadap bisnis di Indonesia membuat 55% bisnis mengalami kehilangan data dan informasi. Serta, 48% kehilangan kemitraan, 46% mengalami gangguan operasional, dan penipuan deepfake berimbas pada reputasi perusahaan (45%).
Riset tersebut juga menunjukkan, seiring dengan semakin canggihnya penipu, penipuan peniruan identitas (67%) dan serangan rekayasa sosial atau social engineering alias soceng (42%) menjadi semakin sulit dideteksi.
“Teknologi deepfake memungkinkan pembuatan video yang meyakinkan yang menampilkan seorang CEO yang mengotorisasi transaksi penipuan, sehingga mengarah pada penipuan peniruan identitas,” ungkapnya laporan tersebut, dikutip pada Rabu (4/9/2024).
Dalam kasus lain, penipu juga bisa membuat identitas palsu menggunakan KTP palsu untuk mendapatkan akses ke pinjaman dan kredit.
Berikut cara AI mendeteksi dan memerangi deepfake:
Perlu diketahui, teknologi AI berperan penting dalam mendeteksi deepfake dengan menganalisis berbagai aspek media sintetis untuk mengidentifikasi tanda-tanda manipulasi. Mengutip dari blog resmi VIDA, berikut adalah cara teknologi AI mendeteksi dan memerangi deepfake:
1. Algoritma Pembelajaran Mendalam
Salah satu cara mendeteksi dan memerangi AI adalah menggunakan algoritma pembelajaran. Dalam hal ini, algoritma ini dilatih pada set data besar yang berisi media asli dan palsu untuk mempelajari perbedaannya.
2. Deteksi Keaktifan
Cara ini digunakan untuk memastikan bahwa data biometrik yang ditangkap berasal dari orang yang hidup dan bukan deepfake, yakni melalui deteksi keaktifan aktif dan pasif.
Untuk metode deteksi keaktifan aktif, mengharuskan pengguna untuk melakukan tindakan tertentu, seperti berkedip, menoleh, atau tersenyum, yang sulit ditiru oleh teknologi deepfake secara real-time.
Sedangkan deteksi keaktifan pasif, yaitu menganalisis struktur, karakteristik, dan gerakan wajah pengguna tanpa memerlukan tindakan khusus.
3. Analisis Temporal
Sistem AI menganalisis konsistensi video untuk mengidentifikasi keberadaan deepfake. Metode ini melibatkan pemeriksaan urutan bingkai untuk mendeteksi anomali dalam gerakan dan transisi.
Setidaknya ada dua aspek yang dianalisis, yakni inkonsistensi bingkai demi bingkai dalam pencahayaan, bayangan, dan gerakan wajah. Serta, dinamika gerakan untuk memeriksa kelancaran gerakan objek di antara bingkai.
4. Analisis Forensik
Terakhir, menggunakan alat forensik berbasis AI memeriksa artefak digital yang ditinggalkan oleh proses pembuatan deepfake. Alat-alat ini digunakan untuk mencari tanda-tanda manipulasi pada tingkat piksel.