Menkominfo Putus Akses Internet Kamboja, Dubes RI Ngaku Tidak Berpengaruh

Rika Anggraeni
Jumat, 11 Oktober 2024 | 15:59 WIB
ILUSTRASI JUDI ONLINE Warga mengakses platform judi online di Jakarta, Rabu (24/1/2024). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
ILUSTRASI JUDI ONLINE Warga mengakses platform judi online di Jakarta, Rabu (24/1/2024). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, TANGERANG — Duta Besar RI untuk Kamboja Santo Darmosumarto mengaku Kamboja tidak berpengaruh atas pemutusan layanan gerbang akses internet (Network Access Point/NAP) yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dari dan ke sana.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kemenkominfo telah memutus layanan gerbang akses internet (NAP) dari dan ke Davao Filipina, termasuk Kamboja.

“Sebenernya enggak [berpengaruh]. Jadi memang di Kamboja sendiri juga sedang berusaha untuk membuat iklim investasinya sehat,” kata Santo saat ditemui di acara Trade Expo Indonesia (TEI) 2024 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Jumat (11/10/2024).

Sebab, menurut Santo, untuk membuat iklim investasi yang sehat membutuhkan upaya agar tingkat kejahatan transnasional menurun.

“Kalo misalnya kita ada niat untuk melakukan kerja sama di bidang penanggulangan transnasional crime, Kamboja sudah menyampaikan keinginan untuk bermitra dengan Indonesia,” ujarnya.

Bahkan, Santo juga menyebut bahwa pemerintahan Kamboja tidak ambil pusing dengan pemutusan akses internet Indonesia dari dan ke Kamboja.

“Dari Kamboja tidak melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang menjadi ganjalan dalam hubungan antara negaranya,” ucapnya.

Berdasarkan catatan Bisnis, Kemenkominfo menegaskan bahwa akses internet dari dan ke Kamboja serta Davao Filipina ditutup secara permanen hingga praktik perjudian online.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pemutusan berlangsung dalam waktu yang tidak ditentukan.

“[Akses internet ditutup] Selama-lamanya, sampai aktivitas perjudian online ini berhenti, dong. Karena ada 70.000 lebih orang Indonesia di Kamboja,” jelas Budi.

Hal ini mengingat, Menkominfo melalui surat B-1678/M.KOMINFO/PI.02.02/06/2024 tertanggal 21 Juni 2024 meminta seluruh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Layanan Gerbang Akses Internet (Network Access Point/NAP) untuk memutus akses internet yang diduga digunakan untuk judi online ke Kamboja dan Filipina.  

Budi mengaku penutupan akses internet yang dilakukan Indonesia dari dan ke Kamboja dan Davao Filipina berjalan efektif.

“Artinya tidak ada lagi jalur komunikasi dari Kamboja ke Indonesia, berkurang drastis. Ini sudah mengurangi 50% [akses masyarakat pada situs akses judi online] yang kami lakukan saat ini,” jelasnya.

Adapun, Budi menjelaskan bahwa perang melawan judi online merupakan bagi dari pemerintah menyelamatkan negara dan masyarakat.

Mirisnya, pasar judi online secara global diproyeksi bisa tumbuh mencapai US$205 miliar pada 2030. Data UNODC dan Statista mengungkap, Asia Pasifik menjadi wilayah pertumbuhan pasar judi online mencapai 37% dari 2022–2026.

Adapun, jumlah pemain judi online secara global diprediksi mencapai 290 juta jiwa pada 2029. Di mana, kawasan Asia Tenggara di sejumlah negara disinyalir menjadi markas terbesar bagi operator judi online ilegal, yakni Kamboja, Myanmar, Filipina, dan Laos.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terungkap akumulasi perputaran transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp600 triliun sepanjang tiga bulan pertama 2024.

Tercatat, sebanyak 80% judi online di Indonesia rata-rata menyasar masyarakat kalangan menengah bawah. Adapun, penduduk Indonesia yang terlibat judi online justru telah mencapai 4 juta orang.

Perinciannya, sebanyak 40% didominasi kelompok usia 30–50 tahun. Lalu kalangan usia di atas 50 tahun juga terlibat judi online, yakni sebesar 34%.

Selanjutnya, usia produktif di rentang 21–30 tahun turut jor-joran menjadi pencandu judi online sebanyak 13%. Serta, anak di bawah umur di rentang 10–20 tahun dengan persentase sebesar 11%, dan 2% dari kelompok usia di bawah 10 tahun.

Data PPATK juga mengungkap sebanyak 197.054 anak di bawah umur, tepatnya usia 11–19 tahun telah melakukan deposit judi online senilai Rp293 miliar dengan 2,2 juta transaksi.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper