Melihat Skenario Terburuk Jika Aplikasi Temu Asal China Masuk RI

Rika Anggraeni
Senin, 14 Oktober 2024 | 22:40 WIB
Warga mengakses platform e-commerce, Temu melalui ponselnya di Jakarta, Selasa (8/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga mengakses platform e-commerce, Temu melalui ponselnya di Jakarta, Selasa (8/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (LLP-KUKM) atau Smesco mengungkap tidak ada skenario yang bisa dijalankan jika platform e-commerce asal China, Temu beroperasi di Indonesia.

Direktur Utama Smesco Indonesia Wientor Rah Mada mengatakan bahwa jika Temu masuk ke Indonesia, maka akan mematikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Tanah Air.

“Tidak ada skenario yang bisa dijalankan, yang ada adalah kematian massal UMKM lokal kita,” kata Wientor kepada Bisnis, Senin (14/10/2024).

Wientor melihat, skema bisnis dari Temu memungkinkan setiap pabrik di China untuk berjualan langsung ke konsumen di Indonesia.

Di sisi lain, dia mengatakan bahwa Temu tidak menjual produk artisan atau custom. Dengan demikian, UMKM yang bergerak di kategori ini masih akan bisa bertahan. Namun, yang perlu menjadi alarm adalah produk yang bisa diproduksi massal, seperti kosmetik, perawatan wajah (skincare), perawatan rambut (haircare), sepatu, dan produk serupa.

Berdasarkan pengamatan Wientor, Temu yang sudah masuk di Eropa dan Amerika Serikat (AS) menjual berbagai produk dengan harga yang sangat murah dan dikirim langsung dari pabrik, bahkan dengan ongkos kirim gratis.

Padahal, Wientor menjelaskan bahwa komposisi UMKM di Indonesia masih 96% adalah usaha mikro. Alhasil, sektor ini akan langsung terkena imbas dari masuknya Temu di Indonesia. “Salah satunya, ya, matinya UMKM lokal karena tidak bisa bersaing secara harga [dengan Temu],” imbuhnya.

Selain komposisi usaha mikro yang masih mendominasi, Wientor juga mengingatkan 97% angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor UMKM. Adapun untuk mengeluarkan Indonesia dari middle income trap dari 1985, lanjut dia, maka harus memperkuat sektor UMKM.

Menurutnya, pelemahan sektor ini salah satunya akibat dari melemahnya usaha mikro yang akan menghambat semuanya, termasuk upaya menuju Indonesia Emas 2045 yang mensyaratkan pendapatan per kapita di angka US$30.000.

Meski demikian, Wientor melihat bahwa pemerintah sudah bersikap tegas terhadap Temu. Untuk itu, dia meminta agar pemerintah tidak mengizinkan platform asal China itu beroperasi di Tanah Air.

“Jangan diizinkan beroperasi, tolak permohonan masuk ke negara kita dan blokir aplikasinya,” imbuhnya.

Selain itu, sambung dia, juga harus terus digaungkan akan bahanya Temu agar semakin banyak masyarakat yang paham. Menurutnya, masyarakat bisa menjadi penyeimbang untuk mengingatkan pemerintah bahwa Temu ini akan memukul langsung kelangsungan usaha atau bisnis.

Check and balance, pemerintah tegas tidak memberikan izin, dan masyarakat tegas menolak kehadiran Temu,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir platform e-commerce Temu karena platform asal China itu berpotensi mengancam keberlangsungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Indonesia.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemenkominfo Prabunindya Revta Revolusi menyebut bahwa aplikasi Temu tidak patuh dengan regulasi di Indonesia. Dia juga melihat adanya potensi Temu yang mengancam keberlangsungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

“Untuk aplikasi Temu, dari sisi bisnis modelnya, jelas tidak comply dengan regulasi yang ada di Indonesia, baik dari sisi perdagangan maupun ekosistem UMKM yang harus kita lindungi dan jaga,” kata Prabu dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin (14/10/2024).

Prabu menuturkan bahwa aplikasi Temu menghubungkan langsung produk dari pabrik ke konsumen, yang memungkinkan terjadinya predatory pricing atau price dumping. Untuk itu, menurutnya, hal itu dianggap sangat berbahaya bagi UMKM lokal.

“Jika produk asing masuk dengan harga yang jauh lebih murah dari produk UMKM, konsumen pasti akan memilih yang lebih murah. Itu membuat UMKM kita sulit bersaing,” jelasnya.

Kemenkominfo juga menilai kehadiran aplikasi Temu dapat merusak ekosistem bisnis UMKM, terutama ketika harga produk asing sangat rendah dan mengancam keberlangsungan usaha kecil. Oleh karena itu, lanjut Prabu, pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk melindungi UMKM dalam negeri.

Prabu juga menegaskan aplikasi Temu belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Tanah Air. “Ketika belum terdaftar sebagai PSE, potensi diblokirnya sangat terbuka lebar,” imbuhnya.

Adapun, langkah pemblokiran dilakukan karena Temu tidak mendaftarkan diri sebagai PSE di Indonesia. Padahal, lanjut Prabu, proses registrasi PSE dinilai mudah, namun hingga kini belum ada tanda-tanda dari Temu untuk melakukan hal itu.

“Jika PSE tidak comply, apalagi beroperasi ilegal tanpa melalui bea cukai, jelas kami harus bertindak untuk melindungi kepentingan UMKM dan konsumen di Indonesia,” terangnya.

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Ibad Durrohman
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper