Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Albania memutuskan memblokir selama 1 tahun TikTok setelah menemukan ancaman bahaya dari platform asal China tersebut. Konten Tiktok disebut memberi pengaruh buruk kepada anak-anak dan remaja.
Pemblokiran juga berkaitan dengan pembunuhan seorang remaja bulan lalu yang menimbulkan kekhawatiran atas pengaruh media sosial pada anak-anak.
Perdana Menteri Edi Rama menyampaikan langsung larangan peredaran TiKTok di Albania di depan kelompok orang tua dan guru dari seluruh negeri.
"Selama satu tahun, kami akan sepenuhnya menutupnya untuk semua orang. Tidak akan ada TikTok di Albania," kata Rama, Minggu (22/12/2024).
Reuters melaporkan beberapa negara Eropa termasuk Prancis, Jerman, dan Belgia telah memberlakukan pembatasan penggunaan media sosial untuk anak-anak.
Dalam salah satu peraturan terberat di dunia yang menargetkan Big Tech, Australia menyetujui pada November larangan media sosial lengkap untuk anak-anak di bawah 16 tahun.
Rama telah menyalahkan media sosial, dan TikTok khususnya, karena memicu kekerasan di antara para pemuda di dalam dan di luar sekolah
Organisasi Kesehatan Mental anak sempat menyampaikan bahwa TikTok mengandung konten dewasa, kekerasan, dan tidak jarang mempromosikan perilaku berbahaya lewat media sosial .
Sementara itu di Indonesia, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid belum lama meminta kepada TikTok, Tokopedia dan GoTo untuk lebih aktif dalam mengawasi konten, khususnya yang berkaitan dengan judi online.
Daftar Negara Pemblokir TikTok
Adapun Albania bukanlah satu-satunya negara yang melakukan pemblokiran terhadap TikTok. Dilansir dari berbagai sumber, TikTok juga sempat diblokir di beberapa negara Asia dan Afrika.
Pemerintah Taliban, Afghanistan, melarang TikTok karena dianggap menyesatkan generasi muda dan tidak sesuai dengan hukum Islam.
Pada 2019, Pemerintah India memblokir TikTok karena konten yang tidak pantas dan kemudian dibuka blokirnya setelah TikTok menghapus konten yang melanggar. Pemerintah Indonesia juga sempat melakukan pemblokiran pada 2018, hingga akhirnya TikTok melakukan perbaikan dan blokir dibuka.
Pemblokiran karena konten tidak pantas di TikTok juga terjadi di Pakistan, Kenya, Iran, dan Somalia.
Sementara itu negara-negara eropa seperti Belgia, Kanada, Denmark, Prancis, Belanda, hingga Norwegia melarang ASN mengunduh TikTok di smartphone karena platform tersebut dicurigai sebagai alat spionase dan mengancam keamanan data nasional. Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama.
Sidang
Sementara itu, Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) bakal mendengarkan banding dari TikTok terkait Undang-Undang Perlindungan Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing (PFACAA). Perjuangan TikTok mempertahankan pasar 170 juta pengguna dimulai tahun depan.
Adapun, dalam UU tersebut mewajibkan perusahaan tersebut untuk beralih ke kepemilikan lokal atau menutup operasinya paling lambat 19 Januari 2024.
Melansir dari The Register, Kamis (19/12/2024) keputusan ini menandai langkah penting dalam proses hukum yang sudah berlangsung, dengan TikTok dan pemiliknya, ByteDance.
Mahkamah Agung akan menggelar sesi pendengaran lisan pada 10 Januari 2024. Sebelum itu, kedua belah pihak diminta untuk mengajukan ringkasan kasus masing-masing.
TikTok berharap Mahkamah Agung akan memutuskan bahwa larangan yang diberlakukan oleh PFACAA tidak sah, sehingga lebih dari 170 juta pengguna di AS dapat terus mengakses platform tersebut tanpa pembatasan.
Meskipun Mahkamah Agung tidak berkewajiban untuk mendengarkan banding, keputusan ini dapat memiliki dampak signifikan terhadap industri teknologi dan kebijakan keamanan nasional AS.
Apalagi, pemerintahan Biden dapat memilih untuk memperpanjang tenggat waktu hingga 90 hari, meskipun tidak ada indikasi bahwa mereka akan melakukannya.