Bisnis.com, JAKARTA – Vero, perusahaan konsultasi komunikasi, mengungkapkan pada influencer akan mendapat lebih banyak tawaran kolaborasi pada tahun ini yang berdampak pada kebebasan mereka untuk berekspresi.
Vero menerbitkan survei berjudul ‘Impact, Engagement, and the Future of Influencer Marketing: Insights from Influencers’. Terdapat beberapa temuan menarik dalam laporan itu.
Sekadar informasi, Vero beroperasi di kawasan Asia Tenggara 260 profesional dengan berbagai keahlian. Mulai dari hubungan masyarakat, sosial, digital, influencer, hingga kreatif, yang tersebar di Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Myanmar.
Dalam laporan anyarnya, Vero memaparkan pemasaran influencer diperkirakan akan terus berkembang dan menjadi semakin kompleks. Sebagai contoh, 72% influencer yang disurvei mengaku menerima lebih banyak ajakan kolaborasi konten berbayar tahun lalu, dan angka ini diprediksi akan terus meningkat tahun depan.
Selain itu, terdapat 5 temuan penting yang dilaporkan. Pertama, storytelling. Dalam dunia digital yang terus berkembang pesat, tulis laporan itu, storytelling telah menjadi pembeda utama bagi para influencer.
Menurut survei, 78% influencer aktif di Instagram, sementara 82% memanfaatkan TikTok sebagai platform utama atau sekunder untuk konten mereka.
Dengan semakin padatnya platform yang tersedia, hanya influencer yang mampu menyajikan konten menarik dan terhubung dengan audiens yang dapat menonjol. Bahkan, 34% influencer menyebutkan bahwa storytelling merupakan aspek terpenting dalam pekerjaan mereka.
Di Indonesia, live streaming yang identik dengan metode interaktif, terbukti efektif dan sering digunakan untuk peluncuran produk, promosi, dan bahkan penjualan langsung. Selain itu, konten yang digamifikasi, seperti kuis, juga sering digunakan untuk meningkatkan keterlibatan audiens, biasanya dengan tawaran hadiah atau diskon menarik.
Kedua, otentik. Menjadi autentik adalah daya tarik utama bagi para influencer. Berdasarkan survei Vero, lebih dari setengah (58%) influencer menyatakan bahwa mereka lebih memilih untuk mempertahankan gaya pribadi mereka sambil menyelaraskan konten dengan pesan brand.
Mereka aktif berupaya agar setiap unggahan tetap mencerminkan persona dan keunikan mereka. Bahkan, 37% di antaranya lebih memilih untuk menolak tawaran kolaborasi jika ada perbedaan nilai dan pandangan dengan brand tersebut.
Menariknya, 38% influencer lainnya tetap terbuka untuk mengusulkan ide alternatif agar bisa menemukan kesepakatan yang sesuai dengan brand.
Di Indonesia, influencer secara strategis menyesuaikan konten mereka untuk meningkatkan keterlibatan audiens, dengan 32% fokus memahami audiens target dan 25% memanfaatkan topik yang sedang tren.
“Oleh karena itu, pikiran terbuka dan komunikasi yang efektif sangat penting agar setiap kampanye dapat diterima dengan baik oleh audiens influencer,” tulis laporan tersebut.
Ketiga, kebebasan. Survei ini menyebut perkembangan seorang influencer didorong oleh kebebasan kreatif. Kurangnya kebebasan ini menjadi tantangan utama bagi 29% influencer di Asia Tenggara, bahkan mencapai 37% di Thailand.
Bagi influencer, kebebasan untuk berekspresi sangat penting, dan bagi brand, hal ini juga dapat memberikan dampak dan manfaat. Tantangan terbesar yang kedua adalah ekspektasi yang tidak realistis (20%).
Di Indonesia (19%), influencer juga sering terhambat oleh keterlambatan pembayaran. Tantangan-tantangan ini mengindikasikan ruang bagi brand untuk memperkuat hubungan dengan influencer. Terlepas dari itu, influencer siap mencari solusi.
Sebanyak 69% mengatakan komunikasi terbuka dengan brand meningkatkan rasa dihargai dan loyalitas mereka, sementara 38% bersedia menawarkan alternatif untuk mengatasi konflik yang dapat timbul.
Keempat, hubungan jangka panjang. Menjaga hubungan jangka panjang merupakan aspek yang krusial dalam kolaborasi dengan brand. Kendati ada banyak influencer, terutama di Indonesia yakni 30%, mengharapkan kompensasi yang lebih tinggi.
Banyak juga yang memprioritaskan kesempatan untuk menjalin kemitraan jangka panjang dengan brand. Menjaga kemitraan jangka panjang dengan influencer dapat memperkuat branding yang autentik dan memastikan pesan brandtetap konsisten dalam jangka waktu yang lebih lama.
Kelima, AI. Influencer diprediksi lebih fokus pada komunitas, konten yang autentik, social commerce, dan kecerdasan buatan (AI) pada tahun ini. Membangun komunitas yang solid lewat acara influencer (28%) dan kolaborasi dengan influencer lain (23%) akan jadi salah satu tren utama, bersama dengan meningkatnya perhatian pada keaslian (28%).
Banyak influencer juga sedang memantau perkembangan AI (36%) dan social commerce (33%) di kawasan ini, serta pengaruhnya terhadap dunia pemasaran influencer. Brand kini memiliki kesempatan besar untuk memimpin dan membentuk tren-tren baru ini ke depannya.
Kelima, kemitraan. Disebutkan kemitraan yang sukses antara influencer dan brand dimulai dengan menemukan kecocokan yang tepat. Mencari pasangan yang tepat antara influencer dan brand adalah langkah pertama untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan.