Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan infrastruktur dan layanan digital yang didukung oleh Sinarmas, SM+ bersama dengan mitra usaha patungannya, Korea Investment Real Asset Management (KIRA) membenamkan investasi senilai lebih dari US$300 juta atau Rp4,9 triliun (kurs: Rp16.296) untuk proyek pembangunan SMX01, data center AI-ready.
Infrastruktur digital ini dikembangkan melalui kerja sama dengan LG Sinar Mas sebagai penasihat teknologi dan operator.
Presiden Direktur & CEO SM+ Herson Suindah mengatakan pusat data baru ini mencerminkan komitmen SM+ untuk menyediakan infrastruktur digital yang aman dan memiliki skalabilitas.
Dia menyebut, pusat data ini dapat menghubungkan pasar Indonesia yang sedang berkembang dengan ekosistem digital global.
“Melalui SMX01, bersama dengan jaringan kami ke 24 edge data center yang saling terhubung di seluruh Indonesia, kami memungkinkan penerapan teknologi canggih, mengurangi latency jaringan untuk pengguna akhir, mempercepat masuknya perusahaan global, dan mendukung beban kerja AI yang terdistribusi,” kata Herson di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Di sisi lain, CEO KIRA Yong Sik Kim, menuturkan bahwa pihaknya sangat senang dapat berkolaborasi dengan SM+ dan LG Sinar Mas dalam proyek pusat data unggulan ini.
“Investasi kami di SMX01 menegaskan keyakinan kami terhadap pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia,” ujarnya.
Adapun, SMX01 dijadwalkan mulai beroperasi pada semester kedua tahun 2026, SMX01 bertujuan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat akan infrastruktur digital di Asia Tenggara, yang mana ekonomi digitalnya diproyeksikan akan mencapai US$1 triliun pada tahun 2030.
Dengan luas data hall white space hampir 15.500 meter persegi, SMX01 adalah pusat data yang dirancang untuk memenuhi beragam kebutuhan pelanggan, mulai dari bisnis enterprise hingga perusahaan hyperscale global.
Dengan infrastruktur andal yang mendukung hingga 2.400 rak yang terbagi ke dalam sembilan data hall, SMX01 menawarkan skalabilitas yang tinggi.
Setiap data hall mampu menampung hingga 340 rak dan dapat disesuaikan untuk memenuhi berbagai permintaan pusat data, termasuk untuk memenuhi layanan colocation, hyperscale yang memerlukan rak dengan kepadatan daya tinggi, serta pemanfaatan pusat data lainnya yang mulai muncul seperti aplikasi artificial intelligence (AI) dan machine learning.
SMX01 siap mendorong Indonesia menjadi pusat transformasi dan inovasi teknologi di Asia Tenggara dan akan dilengkapi dengan fitur-fitur yang mendukung kebutuhan daya yang besar untuk komputasi berkinerja tinggi. Dengan kapasitas awal sebesar 18 MW, yang dapat ditingkatkan hingga 60 MW.
Lebih lanjut, pusat data ini mendukung keberlanjutan melalui desain yang hemat energi dan Power Usage Effectiveness (PUE) yang rendah, serta memastikan keamanan tingkat tinggi melalui beberapa lapisan perlindungan keamanan yang sesuai dengan standar global.
SMX01 akan dibangun dengan standar Tier IV dan diharapkan akan meraih sertifikasi green building.
Incar Sektor Finansial
Lebih lanjut, Presiden Direktur & CEO SM+ Herson Suindah menjelaskan alasan dipilihnya daerah Kuningan sebagai tempat dibangunnya pusat data ini. Salah satu alasannya adalah Kuningan berada di daerah CBD atau Central Business District dari Jakarta.
“Jadi kalau dilihat yang pertama itu adalah lokasi. Seperti saya saya bilang tadi, data center ini berada di Central Business District,” kata Herson di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Herson mengatakan, dengan beradanya pusat data di daerah CBD bakal membuat akses jaringannya akan sangat dekat dengan jantung dari internet di Indonesia.
Selain masalah internet, pemilihan daerah Kuningan sebagai tempat dibangunnya pusat data karena klien yang ingin ditargetkan berada disekitar pusat bisnis tersebut.
“Dan kami akan targetkan misalnya pada sektor-sektor seperti perbankan dan financial institutions,” ujarnya.
Tidak hanya itu, pemilihan Kuningan juga berdasarkan jarak yang sengat dekan dengan Bursa Efek Indonesia. Herson menyebut dari Kuningan ke BEI hanya berjarak kurang lebih tiga kilometer.
“Itu sangat penting karena makin jauh itu akan ada yang namanya latensi. Latensi itu adalah delay di dalam pen-transferan data,” ucap Herson.
Saingi DCII?
CEO PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) Otto Toto Sugiri mengatakan perusahaan tengah memiliki desain untuk mengembangkan data center AI, mengingat masa depan bisnis ini cukup menarik ke depan.
Toto memperkirakan seandainya teknologi kecerdasan buatan (AI) berkembang pesat di Indonesia, maka perusahaan yang memiliki data center AI dapat mengalami peningkatan pertumbuhan hingga dua kali lipat dibandingkan dengan pencapaian mereka saat ini, bahkan melampui pertumbuhan komputasi awan.
“Jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan cloud computing bisa 3 sampai 4 kali lipat dan itu sudah terjadi di Johor Bahru. Di mana klien terbesar di Johor Bahru itu adalah TikTok,” kata Toto, Selasa (3/9/2024).
Toto mengatakan perusahaan mulai mempertimbangkan untuk membangun data center baru untuk AI. Namun, keberadaan data center tersebut nantinya sebatas sebagai tempat kolokasi, bukan untuk berjualan GPUaaS.
DCI Indonesia menghindari berjualan layanan GPU untuk menghindari persaingan dengan klien-klien yang menyimpan data di perusahaan.
“Kami akan tetap fokus pada data center kolokasi. Kami tidak mau bersaing dengan klien-klien kami. Kami tidak ingin menyediakan GPUaaS semacam cloud. Itu akan membuat kami bersaing dengan klien kami,” kata Toto.
Untuk diketahui GPUaaS merupakan sebuah solusi mesin yang dirancang khusus untuk membantu klien memenuhi kebutuhan pemrosesan data besar dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), machine learning, dan rendering video berkualitas tinggi.
Dengan menolak terlibat dalam penjualan layanan GPU, maka DCI kemungkinan hanya akan menjadi tempat penyimpanan server dan data klien pengguna AI. Para klien DCI nantinya yang akan aktif menjajaki GPUaaS ke target pasar mereka.
Namun untuk menjadi pemain data center yang siap untuk mendukung kebutuhan AI juga tidak mudah. Pemain data center AI membutuhkan dukungan listrik yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang tradisional dan air industri khusus data center. Bobot server akan makin berat sehingga lantai data center harus dibuat lebih kuat dalam menahan beban.
Bangun Data Center di Surabaya
DCII menyampaikan akan fokus menyelesaikan pembangunan pusat data atau data center di Surabaya, Jawa Timur. Pembangunan data center ini diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$72 juta atau setara Rp1,16 triliun (kurs Jisdor Rp16.208 per dolar AS).
Chief Executive Officer (CEO) DCI Indonesia Otto Toto Sugiri mengatakan saat ini DCII tengah menyelesaikan tambahan data center dengan kapasitas 9 Megawatt (MW) di Surabaya. Pembangunan data center ini ditargetkan selesai pada awal tahun depan.
"Kami sedang lakukan piling. Mungkin awal tahun depan bisa selesai," kata Toto ditemui di IDE Katadata 2025, Selasa (18/2/2025).
Toto menuturkan investasi untuk pembangunan data center ini membutuhkan biaya sekitar US$72 juta atau setara Rp1,16 triliun (kurs Jisdor Rp16.208 per dolar AS).
Dia melanjutkan, dengan kapasitas sebesar 9 MW ini, nantinya kapasitas pusat data DCII di Surabaya bisa ditingkatkan ke depannya.
"Kapasitas bisa bertambah lagi, masih butuh waktu. Tapi paling tidak kami sudah taruh footprint di Surabaya dulu," ujar Toto.
Lebih lanjut, selain pembangunan data center di Surabaya, Toto juga menuturkan DCII tengah menyelesaikan pembangunan data center berkapasitas 36 MW di Cibitung.
Adapun Toto melihat permintaan data center di Indonesia cukup besar. Dengan mempertimbangkan jumlah penduduk Indonesia sebesar 270 juta penduduk, maka menurut Toto Indonesia membutuhkan data center dengan kapasitas 2.700 MW.