Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah maraknya fenomena penipuan deepfake yang terjadi di Indonesia, mengakibatkan banyak kebingungan dan kerugian di kalangan masyarakat indonesia.
Deepfake adalah jenis media sintetis yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan atau yang biasa disebut artificial intelligence (AI).
Deepfake dibuat menggunakan teknik deep learning dan generative adversarial networks (GANs). Teknologi ini bekerja dengan menganalisis dan mempelajari data dalam jumlah besar.
Hasil dari teknologi tersebut menciptakan rekayasa visual atau audio yang menyerupai peristiwa nyata, namun sebenarnya artifisial. Ternyata Deepfake bukanlah sebuah teknologi yang benar-benar baru dibuat.
Perkiraan kerugian global akibat deepfake akan mencapai $19 juta USD pada tahun 2033, dengan $12,3 juta USD di antaranya telah terjadi hanya dalam tahun 2023 akibat teknologi GenAI.
Bahkan, pada tahun 2027, angka ini diproyeksikan melonjak hingga $40 juta USD per tahun.
Bagaimana Deepfake Meretas Sistem Keamanan dan Cara Menghadapinya?
Rick Firnando dan Jason Hartono, petinggi Verihubs memaparkan Deepfake dapat diproduksi dengan berbagai cara. Bisa diambil contohnya dalam meretas bank dengan layer keamanan yang berlapis, deepfake dapat mengambil celah masuknya dengan tiga cara ini.
Cara pertama adalah menggunakan aplikasi kloning. Aplikasi ini pengguna untuk menggandakan aplikasi perbankan di smartphone mereka, dan masuk ke beberapa akun secara bersamaan.
Hal ini mempersulit pendeteksian aktivitas penipuan secara real-time.Yang kedua adalah dengan Virtual Camera, dimana para penipu menggunakan kamera yang dimanipulasi secara digital.
Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk mengalihkan apa yang dianggap aplikasi perbankan sebagai umpan kamera langsung ke umpan yang dimanipulasi secara digital menggunakan perangkat lunak atau bahkan menggunakan video dan gambar lokal yang telah disiapkan sebelumnya.
Metode terakhir yang paling umum digunakan adalah Face Swap berbasis AI. Teknologi ini memungkinkan pelaku untuk mengganti fitur wajah seseorang dengan wajah siapa pun yang mereka unggah, sehingga dapat menipu sistem verifikasi digital dengan mudah. Metode ini juga ditampilkan dalam acara Faces of Fiction, yang menunjukkan betapa mudahnya teknologi ini disalahgunakan untuk tindak penipuan.
Dengan semakin canggihnya AI, ancaman deepfake pun menjadi semakin nyata dan dapat diakses oleh siapa saja. Risiko penipuan deepfake tentu bisa dicegah dengan berbagai cara.
Salah satu langkah paling efektif adalah memanfaatkan teknologi canggih untuk melawan ancaman ini. Jason menjelaskan bahwa banyak orang mengira liveness detection sudah cukup untuk menghadapi deepfake, padahal kenyataannya tidak demikian.
Jason Hartono, VP of Strategy dari Verihubs menjelaskan bahwa konsep dari perkembangan teknologi deepfake sudah dimulai dari puluhan tahun lalu terutama dalam industri pembuatan film.
Di era tahun 90, dengan bantuan generative AI kegunaan yang menjadi awal teknologi deepfake ini, menghemat waktu dan biaya produksi film sampai dengan 90% dibanding dengan cara tradisional.
“Deepfake merupakan teknologi yang sudah berevolusi dari beberapa dekade lalu, bisa dilihat konsep awal teknologi deepfake sudah ada dari tahun 90an dimana teknologi ini digunakan untuk dunia perfilman,” jelas Jason.