Author

Manerep Pasaribu

Dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia-Member ISMS

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Memahami Lebih Dalam Transformasi Digital

Manerep Pasaribu
Kamis, 10 April 2025 | 15:09 WIB
Cloud computing dan internet of things/ilustrasi
Cloud computing dan internet of things/ilustrasi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Transformasi digital tidak sebatas teknologi. Menyangkut budaya perusahaan dan kecepatan beradaptasi terhadap perubahan teknologi. Berisiko dan tidak nyaman. Digital adalah mindset, bukan teknologi.

Digitisasi masalah efisiensi. Sedangkan digitalisasi tentang mencipta nilai (value). Dampak digitalisasi yang mendasar adanya perobahan proses bisnis untuk mencipta nilai (value).

Tujuan transformasi digital adalah pengoptimalan berkelanjutan, agar perusahaan dapat merasakan perubahan di pasar dan merespons dengan cepat untuk mencapai keunggulan daya saing (competitive advantage). Kecepatan kata kuncinya.

Ada dua pemahaman yang perlu diluruskan tentang digitisasi (digitization) dan digitalisasi(digitalization). Pertama, digitisasi (digitization) adalah konversi atom (phisik) menjadi bit (digital), seperti mengganti kertas dengan file elektronik atau paperless, gambar dengan gambar JPEG, musik dengan MP3.

Digitisasi dapat memberikan beberapa penghematan, melalui peningkatan efisiensi dan pengurangan tingkat kesalahan. 

Kedua, digitalisasi (digitalization) adalah transformasi semua bit (digital) menjadi nilai (value) dan mengubah cara perusahaan menjalankan bisnis melalui proses bisnis, cara memikirkan, menciptakan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan perusahaan itu sendiri.

Dampak dari digitalisasi melahirkan transformasi digital yang menghasilkan nilai (value) kepada kustomer dan perusahaan. Seperti berbelanja secara daring, pembayaran dipintu tol saat ini, memesan tiket perjalanan dan hotel tanpa perusahaan travel yang selama ini secara tradisional.

Jadi tujuan transformasi digital adalah pengoptimalan berkelanjutan, perusahaan yang dapat merasakan perubahan di pasar dan merespons dengan cepat yang dapat memberikan nilai yg lebih baik lagi bagi pelanggan dan organisasi.

Dari berbagai penelitian tentang transformasi digital diketahui bahwa transformasi digital tidak terjadi secara kebetulan, dan jarang terjadi secara organik.  

Persoalan utamanya bukan masalah teknologi atau digital, tapi adalah masalah perubahan (change), sistem (system) dalam proses bisnis, budaya organisasi (organizational culture), dan pola pikir (mindset).

Transformasi Digital Keniscayaan dan Absolut

Transformasi digital merupakan keharusan bagi semua usaha dan organisasi mulai dari korporasi besar sampai pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tidak pandang bulu. Mutlak. Tidak ada kata menunda apalagi mundur. Take or leave it. Karena proses digitalisasi ini sangat digandrungi kaum muda mulai dari generasi y, z sampai ke generasi alpha.

Mereka menikmati era digital ini. Merekalah pemain utamanya. Saat ini semua organisasi menjadi keharusan melakukan transformasi digital. Namun diingatkan tidak agar gegabah. Jangan latah. Ada anggapan yang keliru ketika organisasi sudah membuat website yang interaktif dianggap organisasasi tersebut sudah melakukan transformasi digital.

Contoh lainnya perusahaan sudah bekerja dengan menggunakan internet untuk melayani pelanggan. Hal ini masih jauh dari cita-cita dan tujuan transformasi digital.

Lebih jauh pengertian transformasi transformasi digital adalah transformasi atau perubahan yang lebih mendalam dari aktivitas bisnis dan organisasi, proses bisnis dan metode kerja, kompetensi, dan model untuk sepenuhnya memanfaatkan perubahan dan peluang dari perpaduan teknologi digital dan percepatan yang berdampak di masyarakat dengan cara yang strategis dan diprioritaskan.

Perusahaan yang sudah sampai pada tingkat ini terlihat lebih gesit (agile), berorientasi pada orang, inovatif, berpusat pada pelanggan, efisien, dan mampu mendorong/memanfaatkan peluang  dan memanfaatkan pendapatan baru yang didorong oleh informasi dan layanan.

Jadi tujuan transformasi digital adalah pengoptimalan berkelanjutan, perusahaan yang dapat merasakan perubahan di pasar dan merespons dengan cepat yang dapat memberikan nilai yg lebih baik lagi.

Transformasi digital yang sukses secara signifikan kurang fokus pada efisiensi biaya dan lebih fokus pada produk baru atau pelanggan baru dalam penciptaan nilai bagi pelanggan maupun organisasi.

Transformasi digital adalah sebuah perjalanan (journey), dan sebuah perjalanan membutuhkan peta jalan yang jelas yang diciptakan melalui strategi digital (digital strategy). Strategi digital mendorong kedewasaan digital. Dalam berbagai studi disimpulkan lebih dari 80% perusahaan yang “matang secara digital” memiliki strategi digital yang jelas dan koheren; namun disayangkan hanya 15% dari mereka pada tahap awal yang melakukannya.

Lebih jauh lagi Sunil Gupta dalam bukunya “Driving Digital Strategy” bahwa transformasi digital tidak hanya menciptakan peluang dan tantangan baru; tetapi  mengubah aturan/cara tradisional, mendefinisikan kembali apa itu keunggulan kompetitif dan bagaimana cara mencapainya melalui peta jalan tadi.

Bukan Sebatas Teknologi

Menurut Prof. Westerman (Harvard University), ketika berbicara transformasi digital sering orang terjebak dan terperangkap dengan masalah teknologi digital yang begitu rumit dan menghabiskan energi untuk mencari solusi. Ketika berdiskusi tentang hal di atas, yang terpikir adalah masalah Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (artificial intelligence), cloud computing, dan lain-lain.

Transformasi digital bukan masalah teknologi digital tapi masalah perubahan proses bisnis yang lebih baik, nilai-nilai (value) kepada pelanggan dan perusahaan. Transformasi digital bukan melulu soal digital atau teknologi sebagai jawabannya tapi masalah pola pikir (mindset).

Transformasi digital masalah yang rumit diatasi adalah resistansi/penolakan terhadap kemapanan yang sudah dalam organisasi sudah terbiasa dengan cara lama yang sudah mapan enggan untuk berubah.

Transformasi digital merupakan masalah penciptaan nilai (value) yang dihasilkan tidak sekadar merubah dari sistem analog ke digital, perlu ada penciptaan nilai yang dihasilkan.

Pakar revolusi industri 4.0 Schwab menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi ke depan bukan masalah teknologi tetapi tapi bagaimana  sistem yang dibangun akan memberi peningkatan produktivitas dan efisiensi yang lebih baik.

Transformasi digital yang sebenarnya berisiko. Organisasi yang sukses harus mengembangkan budaya yang mendorong pengambilan risiko dan memungkinkan otonomi diberbagai level dan unit organisasi. Selain itu organisasi juga harus mendorong kolaborasi lintas fungsi (cross functional collaboration) dan menolak pembangunan silo.

Transformasi digital  lebih berfokus tentang manusia daripada yang lainnya. Beberapa dari orang-orang tersebut berada di luar organisasi. Digitalisasi akan menuntut tingkat fokus pelanggan dan pengguna yang baru; itu juga akan mengharuskan perusahaan untuk membangun kemitraan jenis baru.

Banyak dari mereka ada di dalam.Transformasi organisasi akan menantang dan memberdayakan karyawan. Studi MIT Sloan/Deloitte 2015 menemukan bahwa para pemimpin digital harus berfokus pada menemukan, mengembangkan, dan mempertahankan orang yang tepat—tidak harus bintang teknologi, tetapi orang-orang dengan kemampuan beradaptasi dan visi untuk berkembang di lingkungan yang berkembang pesat.

Dalam artikel 2014 untuk Wired, Jason Bloomberg berpendapat bahwa transformasi digital mengharuskan perusahaan untuk melepaskan hierarki lama dan mengembangkan organisasi yang digabungkan secara longgar yang berpusat di sekitar tim yang mengatur diri sendiri yang memiliki otonomi untuk merespons gangguan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper