Bisnis.com, JAKARTA — Registrasi Embedded Subscriber Identity Module (eSIM) bakal menggunakan data biometrik, seperti pengenalan wajah (face recognition) atau sidik jari (fingerprint).
Setiap transaksi pendaftaran terjadi, operator seluler akan mengeluarkan biaya Rp1.500 untuk face recognition.
Registrasi pelanggan yang dilakukan melalui verifikasi data biometrik dengan pengenalan wajah dan/atau sidik jari ini mampu mewujudkan terciptanya satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) tiga nomor sesuai dengan database kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Dalam catatan bisnis, awalnya untuk mengakses data nomor induk kependudukan (NIK) untuk validasi kartu sim, operator seluler harus mengeluarkan biaya sebesar Rp1.000 untuk satu kali akses atau hit.
Sementara itu untuk biometrik sidik jari sebesar Rp2.000/hit dan biometrik face recognition sebesar Rp3.000/hit.
Namun, biaya tersebut mendapatkan pemotongan tarif sebesar 50% dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2025 tenntang Besaran, Persyaratan, dan Tata Cara Pengenaan Tarif sampai dengan Rp0,00 (Nol Rupiah) atau 0% (Nol Persen) atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Dalam Negeri.
Dalam pasal 3 Permen tersebut, dijelaskan jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian berupa jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan.
Pada Pasal 3 huruf a, dikatakan bahwa instansi pemerintah, badan penyelenggara jaminan sosial, koperasi, usaha mikro dan kecil dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah).
“Dan operator telekomunikasi dikenakan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis Pasal 3 huruf b pada beleid tersebut.
Dengan adanya Permendagri ini, operator selelur hanya perlu membayar Rp1.000 untuk mengakses biometrik sidik jari dan Rp1.500 untuk mengakses biometrik face recognition di Dukcapil.
Komdigi Gandeng BSSN dan Dukcapil
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melibatkan peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Dukcapil dalam registrasi eSIM dengan biometrik.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan keamanan dan integritas data kependudukan yang digunakan dalam sistem biometrik.
“Karena Dukcapil otomatis dia bekerja sama dengan BSSN untuk mencegah kebocoran data dan lain-lain,” kata Nezar di Komdigi, Rabu (16/4/2025).
Diberitakan sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid meluncurkan aturan terkait pemanfaatan teknologi Embedded Subscriber Identity Module (eSIM).
Aturan mengenain eSIM tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Komdigi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pemanfaatan Teknologi Modul Identitas Pelanggan Melekat atau Embedded Subscriber Identity Module (eSIM) dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
“Per hari ini sudah kita keluarkan Permen 7 tahun 2025, jadi sudah ada payung hukum untuk melakukan eSIM,” kata Meutya dalam Sosialisasi Peraturan Menteri tentang eSIM dan Pemutakhiran Data di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jumat (11/4/2025).
Lebih lanjut, Meutya mengatakan pada 2025, perangkat yang mendukung eSIM secara global diperkirakan mencapai 3,4 miliar unit.
Politikus partai Golkar ini menyebut saat ini di Indonesia ada 350 juta nomor SIM card yang beredar, namun populasi yang ada hanya 280 juta.
“Melalui Permen nomor 7 ini adalah untuk nomor baru maka diwajibkan ada pendaftaran untuk ESIM sehingga datanya nanti bisa lebih baik, lebih aman, karena juga dilakukan secara biometrik,” tuturnya.