Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair melakukan pertemuan dengan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid. Pengembangan strategis kecerdasan buatan (AI), akselerasi pembangunan talenta digital, hingga penerapan e-SIM.
Kunjungan ke kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) ini merupakan bagian dari kolaborasi jangka panjang antara Tony Blair Institute (TBI) dan Kementerian tersebut ihwal langkah mewujudkan transformasi digital Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kunjungan ini menjadi langkah awal untuk mempercepat transformasi digital Indonesia. Kami siap menerima masukan dan bekerja sama dengan Tony Blair Institute demi menghadirkan solusi yang konkret dan berdampak langsung bagi masyarakat,” ujar Meutya dalam siaran pers, dikutip Selasa (22/4/2025).
Dalam struktur baru pasca-restrukturisasi, kerja sama antara Kemkomdigi dan TBI diperluas untuk mendukung empat pilar digital. Antara lain infrastruktur, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan pengawasan ruang digital.
Terkait dengan e-SIM, pertemuan menyentuh pentingnya mempercepat adopsi terintegrasi teknologi itu dengan verifikasi biometrik dan data kependudukan. Adapun, e-SIM ini diyakini akan memperkuat keamanan data dan mempercepat transformasi layanan publik di Indonesia.
Selain itu, dalam waktu dekat Kemkomdigi akan memprioritaskan bidang kolaborasi teknis seperti tata kelola kabel bawah laut, pusat data dan cloud, serta perumusan kebijakan AI yang adaptif dan aman.
Di bidang sosial, TBI juga diundang untuk mendukung pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP TUNAS) tentang perlindungan anak di ruang digital.
Pimpinan TBI Indonesia Suhaillah Fabya Haqim menambahkan TBI akan terus mendukung peran Kemkomdigi dalam mempercepat layanan-layanan pemerintahan yang berbasis digital untuk kemudahan yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
Sementara itu, Tony Blair menilai infrastruktur digital dan model AI akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap bagaimana pemerintah dan masyarakat beroperasi di era modern ini.
“Situasi ini hampir serupa dengan revolusi industri di abad ke-19, di mana negara-negara yang berpartisipasi dalam revolusi industri dapat berkembang lebih cepat dibandingkan negara-negara lain," kata Blair.