Bisnis.com, JAKARTA — Industri telekomunikasi diprediksi menunjukkan kinerja yang lebih baik pada 2025 dibandingkan tahun lalu. Layanan Fixed Mobile Convergence (FMC) dan inisiatif teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) diyakini akan menjadi pendorong utama pertumbuhan.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward, meyakini industri telekomunikasi tahun ini akan lebih baik, salah satunya di dorong oleh potensi layanan FMC.
FMC merupakan produk yang menawarkan layanan internet seluler dan internet rumah dalam satu paket. Sebelumnya, masyarakat Indonesia berlangganan internet rumah dan internet bergerak dari dua provider yang berbeda. Dengan FMC, mereka akan masuk dalam satu payung ekosistem provider.
Baca Juga Tenaga XL Axiata (EXCL) Pacu FMC |
---|
Dari sisi pelanggan, kondisi ini memudahkan dalam pembayaran layanan bulanan dan harga yang lebih affordable, seiring dengan promo-promo yang diberikan operator.
Sementara itu bagi perusahaan telekomunikasi, potensi akuisisi pelanggan baru sambil menekan tingkat keluar masuk (churn) pelanggan.
"Tahun ini pertumbuhan seharusnya bisa tumbuh lebih baik. Jika sinergi FMC dan open backbone berjalan sesuai tahapan rencana,” kata Ian kepada Bisnis, Selasa (6/5/2025).
Pada 2024, perusahaan telekomunikasi hanya mampu mencetak pertumbuhan pendapatan single digit.
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) mencatatkan pertumbuhan pendapatan 0,5% year on year/YoY dengan total pendapatan Rp150 triliun. Telkom mampu mempertahankan dominansi di industri dengan pangsa pasar terbesar mencapai 51,8%.
Sementara itu PT Indosat Tbk. (ISAT) menempati urutan kedua dengan porsi kontribusi pendapatan sebesar 28,1%. Pendapatan Indosat tumbuh 9% YoY dengan nilai pendapatan Rp55,9 triliun dan PT XL Axiata Tbk. menempati urutan ketiga dengan pendapatan Rp34,39 triliun.
Selain itu, lanjut Ian, faktor lainnya yang diyakini akan menstimulasi pertumbuhan industri adalah kebijakan yang mendorong kerja sama antara penyedia layanan Over-The-Top (OTT) dengan penyedia jaringan, lokalisasi Content Delivery Network (CDN) dengan menempatkan perangkat pada operator lokal melalui skema berbagi pendapatan, serta pemanfaatan AI untuk mengolah informasi menjadi intelijen bisnis yang bernilai.
"Mulai bergerak ke intelijen bisnis / informasi sebagai sumber daya dengan memanfaatkan AI untuk mengolah informasi," jelas Ian Yosef.
Senada, Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno menyoroti pentingnya operator seluler untuk terus mengoptimalkan strategi sinergi nilai guna mencapai efektivitas. Inisiatif FMC yang kini tengah diupayakan oleh seluruh operator menjadi salah satu langkah kunci.
"Telco terus berusaha merealisasi strategi synergy value mencapai efektifitasnya. Misalnya inisiatif FMC (Fixed Mobile Convergence) di seluruh operator," kata Sarwoto.
Selain FMC, Sarwoto melihat peluang besar yang belum sepenuhnya tergali oleh operator telekomunikasi, terutama di pasar Business to Business (B2B), dengan fokus khusus pada dukungan terhadap GovTech (Government Technology).
Lebih jauh, eksplorasi pemanfaatan AI dan sinergi antara AI dan teknologi 5G dalam waktu dekat juga dipandang sebagai potensi besar untuk mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan telekomunikasi.
"Selain itu dalam waktu dekat eksplorasi pemanfaatan AI dan menuju sinergi antara Ai dan 5G," pungkas Sarwoto.
Sarwoto berharap dengan dukungan regulasi yang kondusif, implementasi strategi FMC yang efektif, pemanfaatan potensi pasar B2B dan GovTech, serta adopsi teknologi AI dan 5G, industri telekomunikasi Indonesia dapat terus tumbuh dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian digital nasional pada 2025.