Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menyampaikan kehadiran insentif biaya hak penggunaan frekuensi (BHP) akan membuat ekspansi jaringan makin luas dan kualitas layanan yang ditawarkan kepada pelanggan makin baik.
Adapun jumlah titik dan peningkatan kecepatan akan bergantung pada insentif yang diberikan.
Direktur Network Telkomsel Indra Mardiatna mengatakan bisnis telekomunikasi secara natural membutuhkan investasi yang besar dari sisi jaringan, mulai dari infrastruktur fisik hingga ongkos regulasi.
Kehadiran insentif frekuensi akan membuat beban perusahaan berkurang, sehingga dapat diinvestasikan kembali untuk perluasan atau penguatan jaringan. Jumlah titik yang dibangun nantinya disesuaikan dengan insentif yang diberikan pemerintah.
“Tergantung insentifnya berapa. Ketika ada insentif itu, diberikan juga komitmen. Artinya apa yang nanti di-insentifkan, bakal di-invest kembali” kata Indra kepada Bisnis, Jumat (16/5/2025).
Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) mengeluhkan beban ongkos regulasi telekomunikasi yang terus membengkak di tengah tumbuh landai pendapatan operator seluler. Sementara itu Komdigi meminta perhitungan yang akuntabel jika insentif diberikan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Ismail menegaskan pemberian insentif biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi kepada operator seluler untuk penyelamatan industri telekomunikasi harus dilakukan secara hati-hati, terukur, dan akuntabel. Ada kekhawatiran jika insentif diberikan secara cuma-cuma.
Ismail menjelaskan pemerintah sangat memahami pentingnya relaksasi biaya regulatory cost bagi kesehatan industri, namun proses ini membutuhkan waktu karena pengambilan keputusan memerlukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
Dia menyoroti pentingnya insentif yang diberikan harus memiliki sasaran yang jelas dan dampak yang bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan operator seluler.
“Harus bisa akuntabel, katakan pemerintah yang tadinya menerima 100 sekarang hanya menerima 70, kan ada 30 yang tidak diterima. Nah 30 ini jadi apa? Iya itu harus kalkulitif gitu … harus bisa dipertanggungjawabkan impact-nya, bagaimana cara menghitungnya dan sebagainya,” kata Ismail kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).