Bisnis.com, JAKARTA — Cisco, perusahaan teknologi global, mengungkap mayoritas perusahaan swasta di Indonesia belum siap menghadapi serangan siber di tengah disrupsi kecerdasan buatan (AI) yang makin masif.
Menurut laporan Cybersecurity Readiness Index tahun ini yang dirilis Cisco, hanya 11% organisasi Indonesia yang memiliki kesiapan untuk menghadapi ancaman keamanan siber secara efektif saat ini.
Angka ini sedikit menurun dari indeks tahun lalu, di mana 12% organisasi di Indonesia dianggap sudah mencapai tingkat mature dalam kesiapan keamanan siber.
Faktor Hyperconnectivity dan AI membawa kompleksitas baru bagi praktisi keamanan, sehingga angka kesiapan keamanan siber tetap rendah.
Laporan tersebut juga mengungkap bahwa AI merevolusi keamanan dan menaikkan tingkat ancaman, dengan 9 dari 10 organisasi (91%) mengalami insiden keamanan yang berhubungan dengan AI tahun lalu. Namun, hanya 68% dari responden percaya bahwa karyawan mereka sepenuhnya memahami ancaman terkait AI, dan 65% yakin bahwa tim mereka sepenuhnya memahami bagaimana pelaku kejahatan berbahaya memanfaatkan AI untuk meluncurkan serangan mutakhir.
Director, Cybersecurity, Cisco ASEAN Koo Juan Huat mengatakan AI meningkatkan tantangan di lanskap ancaman. Pada tahun lalu, 61% organisasi menghadapi serangan siber namun dihambat oleh framework keamanan yang kompleks dengan solusi sistem yang tidak terintegrasi (disparate point solution).
“Seiring dengan transformasi organisasi yang ditimbulkan oleh AI, kita sedang menghadapi risiko terbaru di tingkat yang belum pernah ada sebelumnya – yang bahkan memberikan tekanan yang lebih besar pada infrastruktur kita dan mereka yang mempertahankannya,” kata Juan, Senin (26/5/2025).
Dia mengatakan organisasi sekarang harus memikirkan kembali strategi mereka mengenai cara adopsi AI dan cara melakukannya dengan aman, karena berisiko menjadi tidak relevan pada era AI.
Sekadar informasi, dalam melakukan pengukuran kesiapan keamanan, Cisco melihat pada 5 pilar yaitu Identity Intelligence, mengenai seberapa intelligence perusahaan dapat membaca sesuatu yang masuk ke jaringan mereka. Zero trust, termasuk. Misal, passwordless diukur, multifactor authentication.
Kemudian, mesin trustworthiness tentang device yang terhubung ke perusahaan, termasuk respons perusahaan
Selanjutnya, ketangguhan jaringan terkait kesiapan jaringan dalam menangkap permintaan termasuk memilah data yang aman dan kuran aman. Kemudian, penggunaan komputasi awan dan kebijakan perusahaan dalam memanfaatkan komputasi awan.
Terakhir, benteng terhadap kecerdasan buatan. Terkait seberapa intens perusahaan sudah menggunakan AI dan mampu mengelola sistem operasi mereka dengan pendekatan AI.
Managing Director, Cisco Indonesia Marina Kacaribu mengatakan AI memberikan peluang baru tetapi juga menambah kompleksitas ke dalam lanskap keamanan yang sudah memiliki tantangannya sendiri.
“Di tahun lalu, kami sudah melihat perusahaan di dunia, termasuk di Indonesia, terus berusaha mengatasi ancaman yang berkembang seperti meningkatnya shadow AI, kekurangan talenta dan infrastruktur keamanan yang rumit,” kata Marina.