Bisnis.com, JAKARTA — Tantangan industri media pada era digital makin berat. Kompetisi antar sesama media hingga perubahan perilaku pembaca menjadi aral yang harus dihadapi oleh pelaku bisnis media. Meski demikian, pasar industri ini masih sangat besar.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan total belanja iklan media di Tanah Air pada paruh pertama 2024 mencapai US$744 juta atau sekitar Rp12,11 triliun yang mencerminkan besarnya perhatian pelaku usaha terhadap media sebagai saluran komunikasi dengan konsumen.
“Jadi untuk di Indonesia iklannya juga tetap besar meskipun sekali lagi tadi ada tantangan shifting dari media mainstream kepada non-mainstream,” kata Meutya dalam acara Bisnis Indonesia Forum ‘4 Dekade Bisnis Indonesia: Mengawal Perjalanan Ekonomi Bangsa dari Masa ke Masa’ di Wisma Bisnis Indonesia, pada Selasa (10/6/2025).
Dia mengatakan namun di tengah potensi besar tersebut, industri media juga dihadapkan pada sejumlah tantangan yang tidak mudah dalam 3 dekade terakhir.
Meutya menekankan bahwa gelombang besar perubahan telah mengubah lanskap media secara drastis, baik dari segi format, distribusi, maupun pola konsumsi informasi masyarakat.
Meutya mencatat laporan McKinsey tahun 2023 menunjukkan penurunan signifikan pendapatan iklan media cetak di dunia, yakni lebih dari 60% hanya dalam satu dekade. Perubahan ini, menurutnya, menuntut media nasional untuk tidak hanya menjadi penyampai kabar, tetapi juga memainkan peran lebih besar dalam membentuk fungsi sosial masyarakat.
“Masyarakat tidak membaca media hanya untuk mengetahui kabar terbaru, tapi juga untuk menentukan atau membantu masyarakat menjalankan fungsi-fungsi tertentu,” kata Meutya.
Dia mengidentifikasi tiga tantangan utama yang dihadapi media nasional saat ini yakni meningkatnya kompetisi, audiens yang semakin terfragmentasi, serta perubahan perilaku konsumen yang mengutamakan format video, audio, dan multimedia.
Meski tantangan ini bukan hal baru, namun menurutnya, skala dan dampaknya jauh lebih besar dibandingkan masa lalu, saat pilihan informasi masih terbatas.
Meutya menyebutkan bahwa ketiga tantangan tersebut melahirkan lima tren utama yang kini menjadi arah transformasi media: personalisasi konten, diversifikasi sumber pendapatan, dominasi konten video dan audio, penggunaan data secara intensif, serta penegakan kualitas dan kredibilitas konten.
“Personalisasi konten, monetisasi yang beragam, media tidak lagi bergantung kepada iklan saja. Dan saya yakin ini bisnis Indonesia cepat beradaptasi dan juga banyak tentu giat-giat lain di luar hanya mengandalkan kepada iklan semata,” tuturnya.
Dia juga menegaskan pentingnya menjaga integritas dan mutu konten di tengah banjir informasi dan maraknya disinformasi yang beredar di ruang digital.
“Justru di tengah arus informasi yang sangat cepat, banyaknya disinformasi ini memerlukan media yang tetap menjaga integritas, mutu konten dan terus menjadi rujukan untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat,” ucap Meutya.
Dia menambahkan bahwa media berperan untuk memberantas hoaks agar kejahatan di ruang digital termasuk judi online, pornografi dan sebagainya tidak berkembang.
"Maka orang juga tidak terbiasa untuk mencari sumber-sumber informasi melalui media yang jelas,” imbuhnya.
Dalam upaya mendukung keberlangsungan industri media, Meutya menyebutkan pentingnya kolaborasi intensif dan kebijakan yang adaptif, termasuk aturan seperti publication rights yang telah dirancang pemerintah bersama para pelaku media.
“Memang tidak mudah. Ini perlu kolaborasi yang sangat intens. Bahwa pertemuan ini menjadi titik temu untuk mudah-mudahan insya Allah menjadi titik tumbuh baru bagi Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Nita Yudi menilai pemberitaan di media, termasuk di Bisnis Indonesia terkait ekonomi-bisnis, menjadi informasi penting bagi para pengusaha.
Nita berharap media akan tetap terus bertahan dan berkontribusi menyajikan informasi tepercaya di tengah dinamika industri media yang penuh tantangan.
Sementara itu, Presiden Direktur Bisnis Indonesia Group Lulu Terianto mengatakan Bisnis Indonesia telah melewati berbagai era yang menantang mulai dari Paket Kebijakan Oktober 1988, krisis moneter 1998, transisi orde baru ke era reformasi, gelombang digitalisasi yang mengubah wajah media, hingga pandemi global era disrupsi teknologi.
“Di setiap fase perjalanan bangsa ini, Bisnis Indonesia tidak pernah berhenti berperan sebagai jembatan informasi yang menghubungkan dunia usaha dengan kebijakan publik,” kata Lulu.
Menurutnya, kompleksitas ekonomi menjadi wawasan yang dapat dipahami dan juga menjaga kredibilitas di tengah derasnya arus informasi yang tidak selalu akurat.
“Kami terus mengusung semangat sesuai dengan tagline kami menjadi navigasi bisnis yang terpercaya,” imbuhnya.
Adapun, Bisnis Indonesia terus berkomitmen pada tiga pilar fundamental, yakni pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi atas tantangan masa depan melalui jurnalisme yang berkelanjutan, edukatif, dan berdampak.