Dilema Internet di Daerah Terluar: Permintaan Tinggi, Kapasitas Terbatas

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 12 Juni 2025 | 10:00 WIB
Petugas kesehatan Puskesmas Camplong, Kupang, melakukan panggilan telepon di dekat V-SAT Bakti/Bisnis.com - Leo Dwi Jatmiko
Petugas kesehatan Puskesmas Camplong, Kupang, melakukan panggilan telepon di dekat V-SAT Bakti/Bisnis.com - Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Satelit menjadi satu-satunya opsi yang memungkinkan untuk menghubungkan daerah terluar dengan layanan data. Namun seiring dengan kedatangan internet, konsumsi masyarakat di wilayah tersebut terus meningkat melampaui kapasitas yang disediakan. 

Salah satu lokasi yang membutuhkan dukungan internet dengan bandwidht yang lebih besar adalah Puskesmas Complang, Kupang, Nusa Tenggara Timur. 

Akses internet yang dihadirkan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) berhasil mempercepat penyerahan data kesehatan dari Puskesmas Camplong ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Data yang awalnya masih bersifat fisik, butuh waktu pengiriman secara berjenjang hingga 2 minggu lamanya untuk sampai ke Kemenkes. Berkat internet Bakti kini cukup 2 menit saja.  

Plh Kepala Puskesmas Camplong Luisa Tecla C Soares menceritakan sebelum ada akses internet dari Bakti, pihak Puskesmas harus mengirim data ke pusat secara fisik.

Berdasarkan perhitungannya, butuh waktu hingga 2 minggu untuk mengirim berkas fisik dari Puskesmas Complang yang terletak di Desa Kuimasi, Kupang, hingga ke kantor pusat Kementerian Kesehatan. 

Waktu pelaporan yang panjang tersebut kemudian terpangkas secara signifikan menjadi hanya hitungan menit dengan kehadiran infrastruktur Akses Internet berbasis satelit milik Bakti. 

“Itu hanya untuk melaporkan saja, sangat lama,” kata Tecla dalam pertemuan dengan Bakti Komdigi, Rabu (11/6/2025). 

Plh Kepala Puskesmas Camplong Luisa Tecla C Soares
Plh Kepala Puskesmas Camplong Luisa Tecla C Soares

Tecla mengungkap penyerahan laporan perlu dilakukan agar data di pusat dengan di daerah sinkron, sehingga keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas kesehatan di daerah menjadi lebih tepat dan efektif. 

Sementara itu, Kasubag Tata Usaha Puskesmas Camplong Kerson M Sunis mengatakan internet dibutuhkan untuk memantau ketersediaan dokter dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Kekosongan jaringan internet membuat informasi yang tersedia menjadi tidak sinkron. 

Sebagai contoh, data di aplikasi menyebut bahwa dokter di rumah sakit telah tersedia. Namun, karena pihak puskesmas datanya belum terupdate, keterangan yang muncul berbeda dengan yang ada di aplikasi. 

“Akhirnya masyrakat mendapat yang berobat mendapat informasi yang tidak utuh. Mereka bilang kalau dokter sudah tersedia, tetapi di sistem puskesmas yang muncul sebaliknya karena informasi belum diperbarui akibat internet yang lemot,” kata Kerson. 

Dalam pertemuan tersebut Kerson berharap agar bandwidht atau kecepatan internet di tempatnya bekerja ditingkatkan. Bandwidht yang ada saat ini sangat sedikit, sedangkan aplikasi yang harus dijalankan sangat banyak. Alhasil, aplikasi berjalan lemot yang membuat pelayanan terhadap pasien menjadi terganggu. 

Terbatas

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Kupang memperkirakan kebutuhan bandwidht tidak hanya terjadi di Puskesmas Complang, juga di ratusan titik lainnya yang selama ini mendapat akses internet dari Bakti. Hal itu disebabkan tingkat konsumsi data yang meningkat di masyarakat. 

Bandwidth atau lebar pita adalah kapasitas atau volume maksimum data yang dapat ditransfer melalui jaringan internet dalam waktu tertentu. Bandwidth diukur dalam satuan bit per detik (bps).

Ibaratnya, bandwidth adalah lebar jalan raya di mana mobil (data) bisa lewat. Semakin besar bandwidth, semakin banyak data yang dapat ditransfer pada saat yang sama, sehingga internet akan terasa lebih cepat.

Diketahui, Bakti Komdigi telah berhasil menghubungkan sebanyak 137 titik yang terdiri sarana pendidikan, pemerintahan, hingga kesehatan lewat akses internet berbasis satelit dengan bandwidth sebesar 4 Mbps per titik. 

Namun, pengguna akses internet tersebut saat ini makin sesak karena banyak masyarakat yang menggunakan layanan internet. 

Peluncuran Satelit Satria-1
Peluncuran Satelit Satria-1

Kepala Dinas Komunikasi dan Digital (Komdigi) Kabupaten Kupang Yawan Mau mengungkapkan bahwa layanan internet di sejumlah titik masih mengalami kendala bandwidth yang terbatas dan koneksi lambat, terutama di daerah dengan jumlah pengguna yang padat.

Menurut Yawan, salah satu penyebab utama lambatnya layanan internet adalah tingginya permintaan, sementara itu bandwidth yang diberikan terbatas hanya 4 Mbps.

Dengan kapasitas sebesar itu, paling maksimal jumlah pengguna adalah 10 orang. Itu pun mereka hanya menggunakan untuk aplikasi pesan, bukan menonton streaming. 

“Kalau lebih dari 10, tidak bisa,” kata Yawan kepada Bisnis.

Yawan mengusulkan peningkatan bandwidth dan penambahan kapasitas tower sebagai solusi atas tingginya permintaan layanan internet. Namun, karena bandwidth yang disediakan Bakti bersifat subsidi, maka tidak dapat terlalu banyak. Perlu kolaborasi dengan penyedia tower komersial untuk menambah kapasitas dan bandwidth tambahan.

Adapun dalam menjaga kualitas layanan di Nusa Tenggara Timur, termasuk di Kupang, Bakti berencana menaikan bandwidth hingga memperbaiki kualitas base transceiver station (BTS) 4G.

Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar mengatakan kendala internet lambat pada layanan Bakti di sejumlah wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) kapasitas bandwidth yang terbatas, terutama karena akses internet digunakan secara bersamaan untuk aplikasi-aplikasi mandatori. 

Wanita yang akrab disapa Indah menuturkan kapasitas awal 4 Mbps per lokasi sebenarnya disesuaikan untuk kebutuhan dua administrator. Namun, seiring waktu, jumlah pengguna dan aplikasi yang diakses terus bertambah, sehingga kapasitas tersebut menjadi tidak memadai. 

“Awalnya 4 Mbps cukup, tetapi sekarang sudah tidak lagi,” kata Indah, Rabu (11/6/2025).

Indah mengatakan saat ini Bakti sedang menambah IP transit untuk meningkatkan kapasitas ke masing-masing titik layanan.

Best practice internasional menyarankan kapasitas di atas 10 Mbps per titik, dan Bakti berupaya mencapainya dengan sumber daya yang tersedia, meski dihadapkan pada kendala infrastruktur seperti listrik yang sering naik turun.

Di NTT sendiri, Bakti telah membangun 427 BTS 4G dan 112 BTS Universal Service Obligation (USO). Beberapa BTS USO kini sudah ditingkatkan kapasitasnya dari 4 Mbps menjadi 8 Mbps, sesuai kebutuhan dan lokasi. BTS tersebut akan mendapat suntikan internet Satria-1 yang mengangkut kapasitas 150 Gbps. 

Sisa Kapasitas Satelit Satria

Adapun pada perkembangannya, hingga pertengahan 2025 sekitar 70% kapasitas IP transit Satria-1 sudah terimplementasi dan ditargetkan bisa mencapai 90% tahun ini. Bakti juga melakukan perbaikan kualitas layanan BTS dan menambah bandwidth, terutama di titik-titik dengan kebutuhan tinggi. Jika ada event nasional atau kebutuhan mendadak, kapasitas bisa diprioritaskan ke lokasi tertentu.

Fadhilah menegaskan, kapasitas satelit yang digunakan di wilayah-wilayah tanpa fiber optik memang terbatas. Oleh karena itu, Bakti berkolaborasi dengan Telkomsat untuk uji coba penambahan kapasitas di tiga lokasi, dan tidak menutup kemungkinan pengembangan lebih lanjut jika hasilnya efektif.

Sebagai enabler, Bakti menegaskan komitmennya mendukung digitalisasi layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan, meski harus terus beradaptasi dengan kebutuhan yang terus berkembang. 

“Digitalisasi membantu proses kerja pemerintah jadi lebih efisien. Data yang dulu harus dikirim fisik selama dua minggu, kini bisa sampai dalam hitungan jam,” tutup Fadhilah.

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper