Bisnis.com, JAKARTA — Kualitas layanan satelit orbit rendah, Starlink, milik Elon Musk disebut setara dengan kecepatan layanan internet berbasis serat optik. Meski demikian, dalam cuaca buruk atau hujan, kecepatan Starlink bakal berkurang.
Kepala Bidang Infrastruktur Teknologi dan Informasi Kabupaten Kupang James Ating mengatakan bahwa kecepatan internet Starlink di Kupang hampir setara dengan jaringan fiber optik, terutama saat cuaca cerah. Namun, layanan satelit ini akan mengalami penurunan performa saat cuaca buruk seperti hujan atau angin kencang.
"Kalau cerah begini hampir sama dengan jaringan fiber optik kalau menurut saya. Makanya kalau mungkin cuaca angin berawan hujan ya, itu yang yang kena pakai satelit," kata James kepada Bisnis, dikutip Sabtu (14/6/2025).
Starlink merupakan satelit yang menawarkan kecepatan internet yang tinggi, dengan kecepatan unduh (download) mencapai 40-220+ Mbps dan kecepatan unggah (upload) 8-25+ Mbps. Jumlah tersebut bisa berkurang atau lebih tinggi tergantung jumlah pengguna dan kondisi cuaca.
Kecepatan tinggi dan latensi rendah yang diberikan Starlink terjadi karena Starlink mengorbit di ketinggian yang rendah yaitu sekitar 550 kilometer -1.000 kilometer. Prinsip konektivitas berbasis satelit, makin dekat obyek satelit dengan bumi, maka kualitas internet yang diberikan makin baik.
Sementara menurut laporan Speedtest Global Index mengungkap kecepatan fixed broadband atau internet tetap berbasis serat optik Indonesia pada April 2025 menyentuh 34,37 Mbps. Angka tersebut naik 126 basis points (bps) dari posisi Maret 2025 yang sebesar 33,51 Mbps.
Indonesia berada di urutan ke-9 di Asia Tenggara perihal kecepatan internet tetap. Tertinggal dari Laos, Kamboja, dan Malaysia.
James menambahkan sekitar 160 desa di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan memanfaatkan satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, untuk mendukung sejumlah aktivitas pemerintahan dan layanan publik. Pengadaan perangkat tersebut akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pengadaan perangkat Starlink ini akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang telah diprogramkan dalam APBD tahun 2025, dengan alokasi anggaran sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta per desa.
"Itu langsung dimasukkan ke dana desa. Kegiatan di desa, masing-masing desa. Jadi masing-masing desa mereka pakai Starlink. Itu sudah diprogram dalam APBD tahun 2025," ujar James.
Indonesia hanya Pasar
Dalam perkembangan lain, SpaceX, perusahaan roket milik Elon Musk, diperkirakan mencatat pendapatan sekitar US$15,5 miliar atau Rp253,18 triliun pada 2024, dengan Starlink menjadi kontributor utama pendapatan tersebut.
Elon Musk membagikan kabar ini melalui unggahan di platform X (sebelumnya Twitter). Dia mengungkap pertumbuhan pesat bisnis peluncuran roket dan layanan satelit SpaceX.
Dilansir dari Reuters, Rabu (4/6/2025) pada 2024, SpaceX mencatat rekor dengan 134 peluncuran Falcon, menjadikannya operator peluncuran paling aktif di dunia. Perusahaan bahkan menargetkan 170 peluncuran hingga akhir tahun ini guna memenuhi permintaan pemasangan satelit yang terus meningkat.
Pendapatan terbesar SpaceX saat ini berasal dari layanan internet satelit Starlink. Jaringan ini telah meluncurkan ribuan satelit untuk menyediakan akses internet broadband ke seluruh dunia.
Sementara itu di Indonesia, sebagai salah satu pasar potensial Starlink dengan jumlah penduduk yang lebih dari 270 juta, Starlink beroperasi dengan kantor virtual.
Pada 2024, Bahlil Lahadalia yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala BKPM mengatakan Starlink di Indonesia hanya memiliki 3 karyawan, nilai investasi Starlink di Indonesia sekitar Rp30 miliar.
Komdigi menegaskan bahwa Starlink mendapat perlakuan yang sama dengan pemain satelit lainnya. Komdigi juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Starlink.