Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyiapkan skema jaringan terbuka (open access) berbasis spektrum frekuensi baru guna mempercepat pemerataan akses internet tetap (fixed internet) berkecepatan tinggi di wilayah yang belum terjangkau jaringan serat optik.
Merespons kebijakan tersebut, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menyatakan komitmennya untuk mendukung inisiatif pemerintah dalam mewujudkan pemerataan konektivitas digital di Indonesia.
VP Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel, Saki H. Bramono, mengatakan Telkomsel menghormati inisiatif Komdigi terkait skema open access berbasis spektrum baru yang menyasar wilayah-wilayah prioritas seperti sekolah, puskesmas, dan kantor desa yang hingga kini belum memiliki akses internet memadai.
“Telkomsel menghormati inisiatif Komdigi mengenai skema jaringan terbuka [open access] berbasis spektrum frekuensi baru yang ditujukan untuk mempercepat pemerataan konektivitas tetap berkecepatan tinggi, khususnya di wilayah yang belum tersentuh jaringan serat optik seperti sekolah, puskesmas, dan kantor desa,” kata Saki saat dihubungi Bisnis pada Rabu (18/6/2025).
Menurutnya, Telkomsel saat ini masih mencermati secara seksama rancangan regulasi yang disiapkan Komdigi, termasuk potensi implikasi operasional dan keekonomian yang menyertainya. Meski demikian, perusahaan memastikan akan mengikuti seluruh proses seleksi yang ditetapkan pemerintah.
Saki menambahkan sebagai bentuk komitmen untuk memajukan Indonesia, Telkomsel terus memperluas jaringan 4G/LTE yang kini telah menjangkau lebih dari 97% populasi, serta mengakselerasi ekspansi layanan 5G yang saat ini tersedia di 56 kota/kabupaten dengan dukungan lebih dari 3.000 BTS dan portofolio spektrum terluas di Tanah Air.
Selain itu, Telkomsel juga mengembangkan Hybrid Wireless Access (HWA) sebagai solusi bagi wilayah non-fiber, serta memanfaatkan konektivitas satelit melalui skema Business to Business (B2B) untuk percepatan layanan di area terpencil.
“Serta konsisten melakukan modernisasi jaringan berkelanjutan agar layanan broadband berkualitas dapat dinikmati masyarakat, termasuk di wilayah prioritas pemerintah,” tutur Saki.
Dia mengatakan pihaknya juga menyambut baik adanya insentif biaya hak penyelenggaraan (BHP) dan relaksasi PNBP yang ditawarkan pemerintah sebagai bentuk dukungan terhadap keberlanjutan investasi infrastruktur broadband oleh para operator.
Dengan adanya insentif BHP dan relaksasi PNBP, pihaknya berharap keberlanjutan investasi jaringan broadband, termasuk 5G maupun konektivitas dengan target kecepatan hingga 100 Mbps, dapat semakin kuat dan optimal bagi pemerintah, masyarakat, dan operator sendiri. Saki menegaskan, melalui kolaborasi erat dengan regulator dan pemangku kepentingan, Telkomsel optimistis dapat memperkuat ekosistem digital Indonesia dan memberdayakan masyarakat.
“Serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyampaikan skema jaringan terbuka ini menjadi bagian dari strategi percepatan pemerataan digital nasional, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Meutya menekankan pentingnya keterlibatan industri dalam setiap kebijakan spektrum, yang tidak semata menitikberatkan pada aspek regulasi.
“Ini adalah langkah kami dalam memastikan bahwa setiap kebijakan spektrum tidak hanya mengutamakan aspek regulasi, tapi juga membuka ruang seluas-luasnya untuk keterlibatan dan kesiapan industri,” kata Meutya dalam pertemuan dengan pimpinan Telkom, Telkomsel, Indosat, dan XL Smart di Jakarta, pada Kamis (12/6/2025).
Komdigi telah menyelesaikan penyusunan Peraturan Menteri sebagai dasar hukum pelaksanaan program ini. Regulasi tersebut telah melalui proses konsultasi industri selama lebih dari satu bulan. Seleksi operator nantinya akan mengedepankan kesiapan teknologi dan komitmen penyediaan layanan internet terjangkau.
Menurut data Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, saat ini 86% sekolah (sekitar 190.000 unit), 75% puskesmas (7.800 unit), dan 32.000 kantor desa belum memiliki akses internet tetap. Penetrasi fixed broadband rumah tangga secara nasional pun masih berada di angka 21,31%. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menjadi solusi nyata dalam menjawab tantangan tersebut.