Bisnis.com, JAKARTA — Pengemudi Grab di Jakarta disebut memiliki jam kerja yang lebih lama dibandingkan dengan di Bali, tetapi dari sisi pendapatan lebih sedikit. Pemasukan yang minim kemudian harus menutup pengeluaran untuk biaya operasional, perbaikan mesin, hingga biaya aplikasi.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan mayoritas mitra driver aplikasi Grab, pengemudi roda dua dan roda empat, saat ini berada di Jakarta. Adapun data yang disajikan Grab beberapa waktu lalu, adalah data pengemudi di Bali yang tidak mencerminkan situasi penghasilan mayoritas pengemudi.
Berdasarkan data yang dimiliki SPAI dari keterangan para mitra di Jakarta, rerata penghasilan bulanan hanya Rp50.000 - Rp100.000 per hari, dengan dipotong biaya bensin Rp25.000 - Rp30.000 per hari, maka uang yang dikantongi hanya Rp70.000. Itu pun mereka harus bekerja hingga 12-16 jam per hari.
Sementara itu, untuk pengemudi roda empat atau taksi online, penghasilan yang dikantongi berkisar Rp300.000 - Rp350.000 dengan biaya bensin Rp150.000/hari dan biaya sewa kendaraan Rp150.000/hari.
Peraturan ganjil genap dan macet parah di Jakarta yang memakan waktu berjam-jam membuat kondisi mereka makin sulit untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi.
Oleh sebab itu, kata Lili, ketika Grab membawa data penghasilan pengemudi di Bali, sama sekali tidak relevan.
“Perbandingan dengan di Bali tidak relevan karena tidak mewakili kondisi kerja para pengemudi di daerah lainnya seperti Jakarta yang mayoritas pengemudi ojol dan taksol bekerja di Jakarta,” kata Lili kepada Bisnis, dikutip Sabtu (21/6/2025).
Sebelumnya, Grab Indonesia mengatakan pendapatan tertinggi mitra driver Grab untuk roda dua dapat menyentuh Rp6,8 juta per bulan. Sementara itu untuk pengemudi roda empat dapat menyentuh Rp18 juta. Di sisi lain, pendapatan terendah sekitar Rp1,3 juta.
Grab Indonesia membagi kelas mitra pengemudi menjadi 4 kelas yaitu Jawara, Ksatria, Pejuang, dan Anggota. Untuk kelas Jawara, pendapatan yang dibukukan dapat menyentuh Rp6,8 juta per bulan di wilayah Bali. Jumlah hari menarik adalah 25 hari, dengan waktu sekitar 6 jam mereka mendapat 20 order per hari.
Lili menambahkan peningkatan pendapatan mitra driver aplikasi dapat terjadi jika driver mendapat pengakuan sebagai pekerja tetap dari Kementerian Ketenagakerjaan agar mendapatkan jaminan upah minimum setiap bulan.
Dengan upah minimum per bulan maka waktu kerja driver dihargai sekaligus pengemudi mendapatkan waktu istirahat sesuai aturan ketenagakerjaan.
“Karena jam kerja yang tinggi sangat rawan terjadinya kecelakaan kerja di jalan raya yang dapat menimbulkan korban cacat tubuh maupun korban jiwa,” kata Lili.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia Igun Wicaksono mengungkap rata-rata pendapatan kotor mitra ojol dari Grab dikisaran Rp5 juta per bulan. Pendapatan tersebut belum dipotong biaya aplikasi 20% bahkan lebih, biaya operasional 30%, dan biaya perawatan 20%.
Dengan rata-rata jam kerja 12-14 jam dan 24 hari bekerja dalam sebulan, lanjutnya, maka rata-rata pendapatan bersih setelah dipotong semua biaya tinggal tersisa 30%.
“Pendapatan bersih jadi senilai Rp1,5-3 juta per bulan, namun harus korbankan biaya perawatan kendaraan,” kata Igun.
Dia tidak menutup kemungkinan jika ada driver ojol yang berpendapatan Rp6,8 juta per bulan, tetapi itu menurutnya, hanya driver tertentu binaan dari perusahaan aplikator sendiri.
“Bagi driver ojol reguler pendapatan rata-rata kotor antara Rp4 - 5 juta saja, atau bersihnya Rp1,5-3 juta,” kata Igun.
Dia menekankan di tengah pendapatan yang kecil tersebut, mitra driver masih harus menghadapi program-program hemat dan member yang membuat pengemudi reguler jarang mendapat order dan hal ini menurunkan pendapatan secara signifikan.
“Harapan kami Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia menginginkan semua driver ojol rata statusnya reguler semua agar ada pemerataan order dan pemerataan pendapatan,” kata Igun.