Bisnis.com, JAKARTA- Saat ini, hampir semua negara di dunia tak bisa luput dari tuntutan untuk melakukan digitalisasi. Serbuan era digital melanda hampir seluruh aspek kehidupan; tak terkecuali dunia bisnis.
Sebagai salah satu negara dengan geliat bisnis yang banyak diincar oleh pemain skala global, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan sistem keamanan siber (cyber security) guna mempercepat proses digitalisasi tersebut dan menciptakan iklim usaha yang nyaman.
Permasalahannya, selama ini masih belum banyak perusahaan di Indonesia yang menyadari peran krusial proteksi siber. Padahal, isu tersebut adalah salah satu sorotan utama untuk mempercepat digitalisasi dalam organisasi.
Sebuah laporan bertajuk NTT 2016 Global Threat Intelligence Report dari Dimension Data mengungkapkan saat ini serangan di dunia siber semakin gencar ditujukan kepada dunia bisnis, termasuk ritel dan manufaktur; yang menjadi tulang punggung Indonesia.
Berdasarkan riset tersebut, sepanjang tahun lalu serangan siber paling banyak terjadi pada sektor bisnis keuangan (16%), manufaktur (15%), layanan bisnis (14%), kesehatan (11%), ritel (10%), dan lainnya (34%).
“Tren yang terjadi sejak tahun lalu itu akan berlanjut pada 2017. Oleh karena itu, berbagai pelaku industri sedang memperkuat sistem keamanan siber mereka guna memantapkan diri sebagai pelaku bisnis digital,” tutur CEO Dimension Data Indonesia Hendra Lesmana.
Menurut Hendra, seluruh sektor bisnis di Indonesia perlu meningkatkan proteksi siber agar geliat bisnis digital bisa dipercepat. Sebab, para konsumen dan pelaku industri akan merasa nyaman berbisnis jika data mereka terlindungi dengan baik.
“Dengan begitu, para pelaku industri akan lebih mudah berbagi data kepada pelaku industri lainnya untuk mewujudkan bisnis digital yang aman dan terintegrasi,” lanjutnya.
Di dalam laporan yang dilansir awal Februari itu, terungkap fakta bahwa ritel adalah sektor bisnis yang paling sering mengalami ancaman di dunia siber. Serangan digital terhadap bisnis ritel di Indonesia bahkan lebih pesat ketimbang serangan siber terhadap sektor keuangan.
Dari kecenderungan tersebut, Hendra memprediksi pada tahun yang akan datang, pengawasan dan kepemilikan data serta metadata akan berpotensi menimbulkan konflik antarindustri di Indonesia.
“Hal ini terjadi karena data dan metadata adalah hal yang sangat penting. Dengan keduanya, Anda bisa menganalisis perilaku pelanggan. Tidak hanya itu, dengan mengidentifikasi metadata, Anda bisa membuat intelejen bisnis untuk pengambilan keputusan.”
TREN 2017
Dengan meneliti berbagai gejala dan fenomena di dunia bisnis digital Indonesia sepanjang 2016, Hendra memproyeksikan setidaknya lima tren yang akan terjadi pada industri digital Tanah Air tahun ini.
Pertama, tahun ini keamanan siber akan menjadi isu penting. Sebab, faktor tersebut akan semakin menentukan apakah sebuah perusahaan memiliki tingkat keamanan yang baik atau tidak. Jika keamanan siber telah terjamin, proses sharing data akan menjadi semakin cepat.
Kedua, tahun ini akan semakin banyak perusahaan yang menggunakan sensor sebagai predictive intelligence. Hanya dengan menggunakan sensor, sebuah perusahaan dapat memantau data dan metadata mereka.
“Data tersebut nantinya akan dapat memprediksi tren di masa yang akan datang. Namun, hal ini bukan merupakan hal yang gampang, karena menurut Forbes, pada 2020 akan ada sekitar 80 juta perangkat yang saling terkoneksi,” papar Hendra.
Ketiga, identitas akan menjadi sangat penting. Identitas seseorang akan dapat membantu menjawab tantangan sistem pengendalian perusahaan. Sebab, pengguna merupakan bagian terlemah yang ada pada rantai keamanan digital.
Keempat, tren penggunaan artificial intelligence (AI) sebagai motor penggerak keamanan siber. Tahun ini, AI akan semakin gencar digunakan untuk mengidentifikasi ancaman dalam dunia siber. Sebab, kejahatan siber telah diakui sebagai isu besar di dunia bisnis kekinian.
Kelima, sistem keamanan siber tidak lagi sekadar proaktif, tapi prediktif. Dalam lingkungan teknologi informasi hibrida, teknologi akan semakin mudah dikendalikan dan diawasi. Pada akhirnya, setiap industri akan meningkatkan keamanan terhadap metadata mereka.
“Organisasi hanya ingin kepemilikan dan pengendalian data mereka seutuhnya. Kami memperkirakan hal ini dapat memicu perdebatan antara berbagai pihak pada tahun ini,” ujar Hendra.
Platform Incaran Penjahat Siber Sepanjang 2016:
------------------------------------------------
Produk: Presentase (%):
------------------------------------------------
Flash Player 28,2
SiteScope 7,4
Internet Explorer 6,5
Apache HTP Server 6,1
OpenSSL 4,4
ColdFusion 3,9
Windows 7 3,6
Windows XP 3,6
Joomla 3,1
Lainnya 33,1
------------------------------------------------
Sumber: Dimension Data, 2017