Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institut, Heru Sutadi, menilai mahalnya tarif sewa Palapa Ring Timur menjadi kendala dalam menghubungkan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Dia mendorong agar harga sewa dipangka atau ditetapkan satu harga sebagaimana harga untuk BBM.
“Harga sewa disamakan harganya dengan wilayah lain untuk kecepatan yang sama seperti 1 Gbps di Aceh, Jakarta, Balikpapan maupun Papua, sama semua harganya,” kata Heru kepada Bisnis.com, Kamis (19/9/2019)
Tidak hanya itu, bahkan menurut Heru, alangkah bijaknya pemerintah jika tarif sewa Palapa Ring Timur gratis
Dia mengatakan dengan menggratiskan sewa, akses internet cepat ke Papua akan makin mulus sehingga pembangunan di Papua bisa lebih maju lagi.
“Kita harus berpikir radikal bagaimana membuka akses internet broadband di Papua,” kata Heru.
Heru juga menambahkan selesainya proses stabilisasi Palapa Ring Timur bukan akhir dari upaya menghadirkan internet cepat di Papua. Pemerintah sebaiknya juga memikirkan jaringan backhaul dan akses. Minimal untuk seluruh desa, sekolah, kantor pemerintahan, rumah sakit dan puskesmas di Papua.
Sebelumnya, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan tarif sewa Palapa Ring Timur. Bakti membandrol tarif sewa dikisaran Rp10 juta—Rp552 juta per bulan. Tarif tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada Oktober.
Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, Selasa (18/9/2019) tarif proyek Palapa Ring 11—yang menjadi bagian Palapa Ring Timur—yang menghubungkan Kota Ransiki, Raisei, Nabire, Botawa, Serui, Biak, Sorendiweri, Numfor dan Manokwari, Papua menjadi yang termahal.
Bakti memasang harga sewa Rp69 juta per bulan untuk kapasitas sebesar 1 Gbps dan Rp552 juta per bulan untuk 10 Gbps. Tarif sewa ini menjadi yang termahal dibandingkan dengan proyek Palapa Ring lainnya.