Author

Ajar Edi

Director of Corporate Affairs Microsoft Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Kolaborasi Merancang Peta Jalan AI

Ajar Edi
Jumat, 3 Maret 2023 | 09:16 WIB
Warga menunjukan aplikasi ChatGPT di Jakarta, Jumat (10/2/2023). Bisnis/Abdurachman
Warga menunjukan aplikasi ChatGPT di Jakarta, Jumat (10/2/2023). Bisnis/Abdurachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Melihat perjalanannya, bisa dikatakan revolusi industri ke empat tengah berlangsung. Penggunaan internet meledak dengan popularitas browser di 1995. Disusul dominasi ponsel cerdas di 2007. Tahun ini, ditandai pencapaian atas artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang memberi harapan besar.

Percakapan atas AI memarak di ruang publik, saat banyak orang berbagi pengalaman berbeda dan menyenangkan atas Chat GPT-3. Inilah salah satu inovasi kolaborasi Microsoft dengan OpenAI. Kerja sama jangka panjang keduanya atas supercomputer dimulai sejak 2016. Semangatnya sama, mengakselerasi penelitian AI guna membawa manfaat atas teknologi ini ke banyak orang.

Azure AI (teknologi komputasi awan Microsoft) dan OpenAI yang bersifat terbuka serta diakses semua orang jadi tulang punggungnya. Platform ini menyediakan teknologi AI demi membantu pengembang, peneliti, dan bisnis menciptakan aplikasi AI yang lebih baik dan efisien. Model Chat GPT yang diintegrasikan ke layanan Microsoft, salah satu hasil penelitian itu.

Secara sederhana, AI berusaha membuat komputer atau mesin meniru kemampuan dan keterampilan manusia, termasuk berinteraksi. Bagi para ahlinya, AI bukan magic, tetapi buah rumus matematik dan scientific. Berbagai teknik dan algoritma dicipta membangun model komputer untuk belajar dari data dan pengalaman. Agar mampu bertugas dengan pemikiran atau kecerdasan, mengenali gambar, memahami bahasa manusia, menghitung matematika nan kompleks, bahkan membuat keputusan.

Konon, keinginan ini sudah bermula di abad 17. Saat itu, para filsuf dan ahli matematika memikirkan ide kontroversial, mengotomasi proses pemikiran. Merujuk mitos Patung Pygmalion, sudah ada pula keinginan menciptakan makhluk hidup buatan, penggugah emosi dan perasaan.

Raja Pygmalion dari Pulau Cyprus membuat patung perempuan. Saking sempurnanya, sang raja terbekap puja dan cinta. Dia meminta kuasa Dewa Aphrodite menghidupkan patung itu, dan dikabulkan menjadi Galatea, seorang wanita yang indah dan hidup.

Pencapaian sekarang di Generatif AI, masih jadi bagian perjalanan panjang teknologi komputer dan pemrograman. Tonggak awal AI dimulai di 1950, saat matematikawan Alan Turing mempublikasikan "Computing Machinery and Intelligence". Bersamaan, John McCarthy dari MIT mengembangkan istilah "Artificial Intelligence" dipembuatan salah satu pemrograman pertama dalam AI.

Secara genealogi, perkembangan AI diilhami logika, teori komputasi, teori informasi, dan psikologi kognitif. Pada 1980an, AI dikembangkan dengan pengabungan model pemrosesan pengetahuan. Secara infrastruktur, AI dipengaruhi kemajuan teknologi komputer, jaringan saraf, dan kecepatan pengolahan data. Mulai 1990an, teknik jaringan saraf (neural networks) digunakan membuat program yang bisa belajar sendiri.

Untuk menghasilkan output yang akurat, teknologi AI dilingkupi konsep machine learning dan deep learning. Machine learning mengajarkan komputer atas tugas berdasar pengalaman sebelumnya, menggunakan statistik sederhana dan model. Sedang deep learning jadi teknik khusus atas machine learning bermodel lapis jaringan saraf tiruan. Dengan fitur ekstraksi secara otomatis atas data yang lebih besar dan tugas kompleks, seperti pengenal wajah atau suara.

Ada tiga kontributor setiap aplikasi AI: algoritma keputusan, data yang masuk ke dalam algoritma, dan sang ilmuwan data pembuat algoritma. Agar akurat dan tak ada bias dalam keputusannya, AI membutuhkan kualitas, akurasi, dan kelengkapan data. Sang ilmuwan berperan memilih data dan menerapkan aturan menentukan algoritma.

Sehingga, kesuksesannya bersandar pada dua hal penting. Bagaimana cara ilmuwan data mendapatkan data yang baik? Aturan apa yang berlaku untuk membuat algoritma yang tepat?

Muncul juga perhatian atas potensi diskriminasi yang disebabkan oleh bias yang tertanam di AI di berbagai tahap. Pertama, pengumpulan data: ini bisa terjadi karena salah mengartikan data, data buruk, kesalahan machine learning, salah asumsi atau kesimpulan. Kedua, tahap algoritma: algoritma yang digunakan di satu keadaan, bisa menyebabkan diskriminasi bila digunakan di tempat lain.

Ketiga, pelatihan model: AI mengandalkan pembelajaran perilaku kita dan praktik meniru pengambilan keputusannya. Perilaku kita tak bebas dari bias dan kesalahan. Keempat, niat jahat: masalah moral penggunaan data, sengaja membangun bias ke dalam algoritma untuk output yang diinginkan. Pencegahan diskriminasi ini menantang, tak mudah ditemukan sampai diidentifikasi dalam output.

Kemajuan teknologi memunculkan sikap terbaik dan terburuk manusia dalam menggunakannya. Menjadikannya sebagai alat atau senjata. Misalnya, menggunakannya untuk hal buruk dengan informasi palsu, tindak kejahatan, atau merusak demokrasi. Di sisi lain bisa menggunakannya sebagai cara baru pengejaran kejahatan.

Kita harus optimistis memasuki era ini dengan antusias, tanpa menghakimi apalagi cemas. Dengan mata terbuka dan tegas menghadapi potensi jebakan di depan. Pesatnya teknologi komputasi awan membuat AI berkembang deras. Berpeluang menjawab tantangan kehidupan dan pertumbuhan ekonomi. Seiring itu, aplikasi AI mengilhami solusi di kesehatan, keuangan, pemerintahan, industri, dan sebagainya.

Microsoft telah membangun infrastruktur AI yang bertanggung jawab dengan prinsip, kebijakan, proses, alat, dan sistem tata kelola sejak 2017. Dibentuk pula Office of Responsible AI di 2019 guna membangun sistem pendekatan praktis AI. Termasuk mengidentifikasi, mengukur, memitigasi bahaya, dan memastikan kontrol direkayasa ke dalam sistem sejak awal. Dipandu prinsip keadilan, keandalan serta keselamatan, privasi juga keamanan, inklusivitas, transparansi, dan akuntabilitas.

Setidaknya, ada tiga hal utama yang harus jadi perhatian kita. Pertama, memastikan bahwa AI dibangun dan digunakan secara bertanggung jawab dan etis. Kedua, memastikan bahwa AI memajukan daya saing internasional dan keamanan nasional. Ketiga, memastikan bahwa AI melayani masyarakat secara luas, bukan secara sempit.

Untuk memenuhinya, diperlukan kemitraan masyarakat sipil, akademisi, pemerintah, dan industri guna membangun kebijakan dan aturan jalan untuk AI. Dengan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah yang harus ditangani dan solusi yang menjanjikan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ajar Edi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper