Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menyebut perusahaan tidak harus melibatkan pekerja dan serikat pekerja dalam proses merger, termasuk dalam kasus merger PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk.
“Perusahaan yang mau merger tidak harus melibatkan Pekerja dan Serikat Pekerja dalam prosesnya,” kata Payaman kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).
Kendati begitu, pekerja dalam hal ini dapat menuntut beberapa hal. Diantaranya, menuntut hak-haknya tidak dikurangi jika terus bekerja di perusahaan baru.
Jika ada pekerja yang tidak mau melanjutkan di perusahaan merger, dia mendapat kompensasi sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Dia juga turut mengomentari aksi cuti massal yang dilakukan serikat pekerja XL Axiata. Menurutnya, aksi yang dilakukan para pekerja sebetulnya tidak diperbolehkan.
Pekerja yang ingin mengambil cuti, lanjutnya, harus mengajukan permohonan. Jika ada keperluan, pengusaha dapat menolak pengajuan cuti tersebut.
“Jadi mogok massal dengan cara cuti bersama, tidak diperbolehkan,” ujarnya.
Dalam catatan Bisnis, serikat pekerja XL Axiata melakukan mogok kerja dengan cuti massal. Cuti massal digelar selama satu hari pada Jumat (6/12/2024).
Ketua Umum Serikat Pekerja XL Mustakim menyampaikan, aksi ini berisiko sedikit mengganggu layanan yang diberikan XL Axiata kepada lebih dari 58 juta pelanggan perusahaan. Namun, untuk layanan kritis diharapkan tidak mengalami gangguan.
“Total karyawan yang melakukan cuti massal di kantor pusat dan regional mencapai hampir 1.000 orang dari total sekitar 1.600 pegawai XL Axiata,” kata Mustakim kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).
Dia menuturkan, aksi cuti massal ini merupakan bentuk kekecewaan kepada Axiata Malaysia yang tidak melibatkan karyawan dan kurang transparan dalam menjalankan proses merger dengan Smartfren.
Pasalnya, saat XL Axiata dan Axis Indonesia merger pada 2014, proses merger sangat terbuka dan serikat pekerja dilibatkan. Saat itu manajemen XL dan Axis mengumpulkan para pegawai dan menjabarkan mengenai proses, tahapan, dan hak-hak karyawan bagi yang ingin bergabung maupun yang menolak.
Karyawan juga ditawarkan perhitungan paket jika bersedia atau menolak bergabung dengan perusahaan baru.
Dalam kasus merger XL Axiata - Smartfren, kata Mustakim, karyawan sama sekali tidak dilibatkan bahkan sekelas jajaran direksi pun, kata Mustakim, tidak mengetahui proses merger.
“Informasi tertutup. Belakangan kami tahu tidak ada informasi yang jelas juga ke board of directors (BoD). Kami tidak tahu juga di sana ada dinamika apa,” ungkapnya.