Biaya Aplikasi Gojek Capai 30%, Pemilik Platform Diminta Lebih Adil

Leo Dwi Jatmiko,Lukman Nur Hakim
Selasa, 7 Januari 2025 | 17:51 WIB
Pekerja memesan ojek online di Jakarta, Bisnis/Abdurrachman
Pekerja memesan ojek online di Jakarta, Bisnis/Abdurrachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Biaya aplikasi 30% yang dibebankan Gojek kepada para mitra dinilai sebagai upaya PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) dalam mengejar profit.

Di sisi lain, mitra driver mengeluhkan biaya aplikasi yang melambung membuat pendapatan mereka makin tipis dan pelanggan kabur. 

Ketua Umum Idiec M. Tesar Sandikapura mengatakan biaya aplikasi yang membesar menandakan bahwa Gojek berupaya memanfaatkan para mitra untuk mengeruk keuntungan.

Pendapatan yang didapat dari konsumen akan dialihkan untuk perusahaan, alih-laih kembali kepada mitra ataupun pengguna dalam bentuk insentif dan lain sebagainya. 

“Mereka tambah kaya driver tidak, ini yang tidak fair sebenarnya. Regulasi ini seharusnya diatur oleh pemerintah,” kata Tesar kepada Bisnis, Selasa (7/1/2024). 

Diketahui pada kuartal III/2024, Gojek yang merupakan bagian dari layanan berbasis permintaan atau On- Demand Services membukukan pendapatan bruto Rp10,38 triliun atau tumbuh 17% year on year/YoY. Penawaran premium seperti GoFood Express, berkontribusi  22% GTV GoFood. 

Sementara itu total pendapatan kotor Grup GoTo pada periode tersebut mencapai Rp13,13 triliun atau naik 30% secara tahunan. Artinya, layanan berbasis permintaan Gojek masih menjadi kontributor utama pendapatan GOTO dengan porsi mencapai 79,1%.

Tampilan potongan harga di aplikasi Gojek
Tampilan potongan harga di aplikasi Gojek

Pada tahun lalu, GoTo mengumumkan penutupan bisnis Gojek di Vietnam, yang efektif mulai 16 September 2024. Penutupan bertujuan agar Perseroan dapat berfokus pada operasi yang memberikan dampak pasar secara berkelanjutan. Secara keseluruhan, GoTo masih mencatatkan rugi sebesar Rp2 triliun. Nilai kerugian GoTo turun 71% dari periode yang sama tahun lalu. 

Tesar menambahkan praktik memperkaya pemilik aplikasi tidak hanya terjadi di Indonesia. Layanan On Demand di Filipina dan beberapa negara lainnya, lanjutnya, juga melakukan hal yang sama. 

Aplikator meraup menaikan keuntungan tanpa transparansi yang jelas kepada para pengguna dan mitra driver. 

“Contoh ketika hujan ongkos naik, karena padat katanya, tetapi apakah itu menguntungkan driver? harusnya sama-sama fair,,” kata Tesar. 

Dia mengatakan seharusnya kenaikan biaya saat cuaca hujan dikembalikan kepada mitra driver yang memiliki beban lebih berat saat mengangkut penumpang di tengah hujan dan jalannya yang kemungkinan macet. 

Sementara itu, Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan potongan aplikasi maksimal 20% diambil dari total yang dibayarkan oleh konsumen atau dari total tarif perjalanan saja. 

Jika dibedah, ada 3 jenis tarif yang dibayarkan konsumen. Pertama adalah tarif perjalanan. Kedua adalah platform fee yang besarannya tidak menentu. Ketiga adalah safe trip fee (semacam asuransi perjalanan) sebesar Rp1.000 per perjalanan. 

Sedangkan dari aturan, 20 persen diambil dari tarif perjalanan bukan dari semua yang dibebankan ke konsumen. 

“Maka ini yang sering misslead dimana secara perhitungan beban konsumen, biaya aplikasi yang dibayarkan lebih dari 20 persen. Terlebih ketika konsumen membayarkan secara uang tunai yang akan terlihat membebani driver dengan potongan yang harus dibayarkan jadi besar,” kata Huda.

Driver Gojek mendapat order dari pengguna
Driver Gojek mendapat order dari pengguna
 

Dia juga berpendapat jika biaya aplikasi terlihat mahal, maka seharusnya aplikator akan mengurangi permintaan dari konsumen. 

Aplikator seperti Gojek dan Grab harus hati-hati dalam menerapkan platform fee mengingat konsumen Indonesia masih berbasis permintaan. Persaingan dengan harga masih cukup berat. 

“Kemudian, driver dan konsumen juga harus diperlihatkan receipt di awal secara detail dengan komponen masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan informasi harga secara lengkap. Bagi pemerintah, tentu memperjelas aturan potongan driver harus diperjelas apakah dari tarif perjalanan saja atau dari biaya yang dibayarkan oleh konsumen karena dua hal tersebut berbeda,” kata Huda. 

Sebelumnya, pengemudi Gojek hingga Grab merasa tertekan dengan biaya aplikasi yang makin tinggi di tengah melambungnya biaya hidup yang harus ditanggung.

Strategi aplikator menaikan biaya aplikasi juga berdampak pada harga layanan makin mahal bagi masyarakat Indonesia yang masih berorientasi terhadap harga. 

Diketahui, dalam Keputusan Menteri Perhubungan KP No.100/2022 disebutkan bahwa para aplikator mematok biaya aplikasi maksimal sebesar 20% dari setiap pemesanan yang dijalankan oleh mitranya.

Namun, dalam kenyataannya potongan tersebut malah lebih dari batas maksimal dan terkadang bisa sampai 30% untuk potongan biaya aplikasi. 

Halaman:
  1. 1
  2. 2
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper