Departemen Kehakiman AS Tetap Minta Google Divestasi Chrome

Lukman Nur Hakim
Minggu, 9 Maret 2025 | 14:03 WIB
CEO Alphabet Inc. Sundar Pichai saat wawancara di kampus Googles Bay View, California, Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2024). / Bloomberg-David Paul Morris
CEO Alphabet Inc. Sundar Pichai saat wawancara di kampus Googles Bay View, California, Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2024). / Bloomberg-David Paul Morris
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Departemen Kehakiman AS (Department of Justice/DOJ) masih menyerukan agar Google menjual peramban webnya, Chrome, menurut dokumen pengadilan yang diajukan pada Jumat (7/3/2025) berdasarkan laporan Techcrunch.

DOJ pertama kali mengusulkan agar Google melepas kepemilikan di Chrome tahun lalu di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden saat itu. Namun, tampaknya rencana tersebut tetap dipertahankan di bawah pemerintahan Trump yang kedua.

Meski begitu, departemen ini tidak lagi menuntut agar Google melepaskan seluruh investasinya di kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), termasuk miliaran dolar yang telah diinvestasikan ke Anthropic.

“Tindakan ilegal Google telah menciptakan raksasa ekonomi yang mengacaukan pasar untuk memastikan bahwa—apa pun yang terjadi—Google selalu menang,” kata DOJ dalam dokumen yang ditandatangani oleh Omeed Assefi, penjabat Jaksa Agung untuk antimonopoli. Assefi merupajan calon pilihan Trump untuk memimpin kebijakan antimonopoli di DOJ masih menunggu konfirmasi.

Karena alasan tersebut, DOJ menyatakan bahwa mereka tidak mengubah “komponen inti” dari proposal awal mereka, termasuk pelepasan Chrome dan larangan pembayaran terkait pencarian kepada mitra distribusi.

Terkait AI, DOJ kini hanya meminta pemberitahuan terlebih dahulu untuk investasi masa depan di bidang AI, bukan mendesak divestasi wajib dari investasi yang telah dilakukan.

Selain itu, DOJ juga tidak lagi memberikan opsi kepada Google untuk segera melepas Android. Keputusan tersebut akan diserahkan kepada pengadilan pada masa mendatang, tergantung pada apakah pasar menjadi lebih kompetitif.

Proposal ini muncul setelah gugatan antimonopoli yang diajukan oleh DOJ dan 38 jaksa agung negara bagian, yang mengarah pada keputusan Hakim Amit P. Mehta bahwa Google bertindak ilegal untuk mempertahankan monopolinya di pencarian online.

Google telah menyatakan akan mengajukan banding atas keputusan Mehta, tetapi sementara itu, perusahaan menawarkan proposal alternatif yang diklaim dapat mengatasi kekhawatiran hakim dengan memberikan lebih banyak fleksibilitas kepada mitra mereka.

Juru bicara Google mengatakan kepada Reuters bahwa proposal DOJ yang terlalu luas masih jauh melampaui keputusan pengadilan. Perusahaan juga berpandangan proposal tersebut akan merugikan konsumen Amerika, perekonomian, serta keamanan nasional.

Hakim Mehta dijadwalkan untuk mendengar argumen dari Google dan DOJ pada April 2025.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper