Bisnis.com, JAKARTA — Keamanan siber kini menghadapi tantangan besar dalam hal perekrutan. Tidak lagi seperti dulu, di mana keahlian di bidang ini dapat dengan mudah menarik perhatian perusahaan.
Melansir dari The Register, Minggu (9/3/2025), sektor keamanan siber sekarang menghadapi kesulitan dalam mengisi posisi kosong, bahkan dengan tingginya permintaan akan profesional di bidang tersebut.
Mary McHale, penasihat karier untuk Magister Keamanan Siber di UC Berkeley, menyatakan pasca pandemi COVID-19, banyak perusahaan yang melakukan perekrutan besar-besaran.
Namun setelah itu, mereka mulai merampingkan tim, mengakibatkan banyak profesional keamanan siber yang terpaksa mencari pekerjaan baru di bidang lain.
Hal ini semakin diperburuk dengan hadirnya AI yang kini terlibat dalam proses penyaringan lamaran, yang membuat sebagian pelamar kesulitan lolos ke tahap wawancara.
Masalah lain yang mengganggu adalah fenomena pekerjaan bayangan atau Ghost Job, di mana perusahaan mengiklankan posisi yang sebenarnya tidak ada. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesan bahwa perusahaan sedang berkembang atau untuk memotivasi karyawan agar bekerja lebih keras karena merasa posisi mereka bisa digantikan.
Menurut data pasar dari Cyber Seek, kemitraan antara National Institute of Standards and Technology, Computing Technology Industry Association, dan konsultan perekrutan Lightspeed, jumlah lowongan keamanan mencapai puncaknya pada tahun 2022 dan jumlah orang yang bekerja di sektor ini telah mencapai titik jenuh.
Keahlian yang paling banyak diminati adalah pengawasan dan tata kelola, yang sebagian besar cocok untuk praktisi yang lebih berpengalaman.
Florida, California, dan Texas tetap menjadi pasar kerja utama, meskipun Virginia juga berada di urutan teratas, seperti halnya Maryland dan New York.
AI dan Pengaruhnya pada Perekrutan
Dalam upaya untuk mengatasi kekurangan staf keamanan, banyak perusahaan beralih ke AI untuk mengisi kesenjangan ini dengan cara yang lebih murah.
Sembilan dari sepuluh perusahaan yang disurvei oleh ISC2 mengungkapkan bahwa mereka memiliki tim keamanan yang tidak lengkap dan mengalami kekurangan keterampilan di beberapa area.
Meskipun demikian, para manajer perekrutan tidak terburu-buru untuk mempekerjakan spesialis keamanan, melainkan lebih memilih pekerja umum yang dapat menangani berbagai peran sementara mereka menilai keterampilan yang paling dibutuhkan di masa depan.