Author

Ajar Edi

Director of Corporate Affairs Microsoft Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Penghiliran AI

Ajar Edi
Senin, 10 Maret 2025 | 08:42 WIB
Ilustrasi kecerdasan buatan/doc.Microsoft
Ilustrasi kecerdasan buatan/doc.Microsoft
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Paris AI Action Summit yang dihelat 6—11 Februari lalu, menghasilkan kesepakatan tak bulat. Lima puluh delapan negara menandatangani komitmen mulia. Bahwa kecerdasan artifisial (AI) harus berprinsip terbuka, inklusif, dan etis. Sayangnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris, tak turut kesepakatan, alasannya berbeda pendekatan.

Para penandatangan, termasuk Indonesia, China, Prancis, India, dan Uni Eropa menyerukan peningkatan tata kelola AI melalui dialog global. Harapannya, meningkatkan aksesibilitas teknologi, regulasi keselamatan ketat, dan menghindari konsentrasi pasar. Sedangkan AS dan Inggris memilih sebaliknya.

Mereka berpijak regulasi AI seharusnya fleksibel, alasannya demi akselerasi inovasi dan fokus di pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fleksibel dan minim campur tangan pemerintah, diyakini membuat perusahaan teknologinya berkembang cepat. Konon, ini dipilih guna memastikan keduanya kompetitif dan dominan di perlombaan global AI.

Pilihan AS dan Inggris ini bak menambah minyak ke dalam api atas kompleksitas geopolitik AI. Sebelumnya, pertempuran ramai oleh pengumuman DeepSeek di akhir 2024. Perusahaan rintisan China ini memperkenalkan DeepSeek-R1, yang berperforma luar biasa. Bahkan diklaim lebih efisien juga murah dibanding ChatGPT.

Padahal, DeepSeek hanya menggunakan GPU H20 dari NVIDIA, produk yang sudah disunat kemampuannya. Karena harus disesuaikan, guna mematuhi aturan embargo. Dalam keterbatasan itu, DeepSeek mampu memompa inovasi, bahkan dikategorikan sebagai penantang pemain utama AI.

Tapi, kehebohan ini tak berlangsung lama. Presiden Donald Trump mengumumkan peluncuran Project Stargate di 21 Januari 2025. OpenAI, Oracle, dan SoftBank menjadi tulang punggung inisiatif infrastruktur AI senilai US$500 miliar ini. Target utamanya, memperkuat kepemimpinan AS di bidang AI.

Perlombaan penguasaan teknologi ini terjadi, karena semuanya yakin, AI akan mengulangi kesuksesan listrik dan mesin cetak. Keduanya mengubah ekonomi dunia dan kehidupan. Sejarah mencatat mesin cetak merevolusi literasi, membuka pintu revolusi industri. Sedangkan listrik merevolusi produktivitas, efisiensi, dan melahirkan teknologi baru.

AI sebuah keniscayaan. Dia akan mengakselerasi produktivitas, inovasi teknologi baru, hingga mengubah cara industri beroperasi. Bahkan, kita akan mengalami peningkatan kualitas hidup melalui solusi AI di bidang kesehatan, pendidikan, pertanian, hingga layanan umum. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi pun akan berderak.

Beberapa riset memprediksi, ekonomi AI di Indonesia berkontribusi 12% atas pertumbuhan PDB, setara US$366 miliar pada 2030. Untuk ekonomi AI di China, nilainya US$15 triliun pada 2030. Sedangkan ekonomi AI di AS, nilainya menembus US$15,7 triliun pada 2030.

Sebenarnya, semua negara di posisi start yang sama atas pemanfaatan ekonomi AI. Mereka juga berlomba atas pilihan kebijakan yang tepat, agar ada manfaat. Namun, melihat kompleksitas geopolitik AI, Indonesia harus mempertimbangkan spirit penghiliran sebagai tulang punggung kebijakan AI.

Kita perlu memperkuat kebijakan sovereign AI, agar kita berkendali penuh atas data dan teknologi AI yang digunakan. Semangat sovereign AI berbalut penghiliran AI ini, terlihat hanya meningkatkan keamanan serta kedaulatan data. Sejatinya, kebijakan ini akan memperkokoh daya saing AI dan ekonomi kita. Membuat Indonesia diperhitungkan di percaturan AI secara global, tak hanya sebagai pasar saja.

Langkah ini bisa dimulai dengan komitmen pengembangan dan pemanfaatan model AI berbahasa Indonesia dan lokal. Karena memahami konteks lokal, dipastikan solusi AI yang dihasilkan akan lebih relevan dan efektif untuk masyarakat. Sehingga, nilai tambah produk dan layanan teknologi ini dapat dimaksimalkan.

Indosat dengan ekosistemnya, telah bekerja sama dengan NVIDIA memulai inisiatif ini dengan meluncurkan Sahabat-AI. Platform model bahasa besar (LLM) open-source ini dirancang khusus untuk Bahasa Indonesia dan bahasa lokal lainnya. Tujuannya agar masyarakat bisa membangun layanan dan aplikasi berbasis AI yang memahami konteks lokal dan nuansa budaya.

Jika aplikasi dan model AI lokal yang dikembangkan berhasil, bisa dimanfaatkan untuk industri dalam negeri. Setelah itu, teknologi AI itu bisa diskalakan untuk di ekspor ke pasar internasional. Sehingga terwujud mimpi teknologi sebagai penambah devisa.

Semua itu akan terwujud bila pemerintah memastikan pengelolaan data strategis dan milik publik di dalam negeri. Walau sudah sejalan dengan PP No.71/2019, yang mengharuskan data publik dan strategis harus disimpan dan diproses lokal, diperlukan komitmen nyata pemerintah. Namun, masih perlu aturan kunci, bahwa infrastruktur AI yang digunakan dalam pemprosesan data juga harus berada di dalam negeri.

Beragam data adalah raw material yang bermanfaat, tetapi bila dikelola dan diperlakukan tepat, sehingga kekayaan budaya Indonesia terjaga. Di sini lain, Indonesia adalah pemilik ekonomi terbesar di Asean dan negara pertama di ASEAN yang menyelesaikan Metodologi Penilaian Kesiapan AI UNESCO (RAM). Beragam potensi itu ditambah kebijakan sovereign AI, akan membuat Indonesia menarik bagi investasi AI.

Jadi bagi perusahaan yang ingin berkontribusi di ekonomi AI, mereka harus berinvestasi infrastruktur data center dengan kapabilitas AI di Indonesia. Sederhananya, semangat penghiliran AI ini, mirip dengan penghiliran sumber daya alam kita. Bahwa kita tidak akan mengekspor raw material, tapi memproduksinya di dalam negeri dan mengekspor produk turuannya agar mendapatkan nilai tambah. Pendekatan yang sama, kita lakukan terkait pemanfaatan AI.

Apakah sudah ada yang menjalankan konsep ini? India sudah memulainya dengan proyek AI for Bharat. Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Narendra Modi pun sudah menyaksikan pertukaran nota Kerjasama antara Komdigi dan Kementerian ICT India pada 25 Januari 20205. Kedua akan berkolaborasi dalam pengembangan sektor digital, AI, dan pengembangan talenta.

Semoga kolaborasi dua negara ini akan mengantarkan AI sebagaimana marwahnya, mendemokratisasi teknologi untuk kedualatan negara, ekonomi yang inklusif, kebaikan sosial, dan pembangunan berkelanjutan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ajar Edi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper