3 Alasan Indonesia Tertinggal
Di tengah maraknya pembangunan data center di Tanah Air, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia. Minat investasi di Malaysia lebih tinggi karena beberapa hal.
Ketua Umum asosiasi penyelenggara data center Indonesia (IDPRO) Hendra Kusuma mengatakan faktor pertama Indonesia kalah dari Malaysia dan Singapura adalah karena permasalahan regulasi dan perizinan. Terdapat gap proses perizinan di pusat dan di daerah yang membuat pembangunan berjalan lebih lambat, sehingga waktu untuk masuk ke pasar Indonesia menjadi lebih lama. Kurangnya perizinan terpadu menjadi hambatan bagi investor.
“Proses perizinan ini di beberapa wilayah kita ini masih tergolong kompleks dan memakan waktu gitu. Jadi terutama untuk data center yang hyperscale ya, yang skalanya besar,” kata Hendra kepada Bisnis
Kedua, kata Hendra, terkait pasokan listrik. Data center dikenal sangat membutuhkan pasokan listrik yang besar dan stabil. Di Indonesia, biaya energi masih relatif tinggi dan ketersediaan listrik yang andal belum merata di seluruh wilayah, terutama di luar Pulau Jawa.
Dikabarkan, Malaysia mampu memberikan insentif listrik hingga 8 sen dolar per kWh untuk meringankan beban investor data center. Kondisi tersebut berbeda dengan di Indonesia.
“Data center itu power hungry, jadi dia membutuhkan energi, pasokan listrik yang luar biasa besar,” kata Hendra.
Ketiga, Hendra mengatakan negara-negara tetangga seperti Malaysia bergerak lebih cepat dalam menyambut investasi data center, menawarkan biaya listrik lebih murah, lahan luas, dan proses perizinan yang lebih ramah investor.
Malaysia bahkan diprediksi akan menjadi pasar data center terbesar kedua di dunia dalam lima tahun ke depan, dan kini telah menyalip Singapura sebagai lokasi favorit perusahaan global membangun data center.
Hendra juga menyoroti mengenai ekosistem dan pasar. Berbeda dengan Singapura yang sudah menjadi regional hub untuk data center di Asia Pasifik, Indonesia masih dalam tahap membangun permintaan domestik dan internasional.
Kondisi tersebut, kata Hendra, dapat berubah jika Indonesia lantang menyuarakan tentang kedaulatan digital sehingga kue ekonomi digital yang besar dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,
“Jadi ke depan itu memang kalau kita terapkan digital sovereignty atau kedaulatan digital harusnya makin banyak data center ini akan pindah ke Indonesia gitu mas,” kata Hendra.
Hendra mengatakan peluang bisnis data center di Indonesia sebenarnya masih sangat besar. Jika Indonesia butuh 3 gigawatt untuk mencapai pertumbuhan ekonomi digital yang maksimal maka harus ada 100 data center baru dalam 100 tahun ke depan.