Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan fintech dan e-wallet di Indonesia dinilai perlu meningkatkan keamanan aplikasi seluler seiring dengan maraknya serangan yang memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Director of Customer Success di Appdome, Dean McDonald, mengatakan pesatnya laju ekonomi yang dihasilkan melalui aplikasi seluler menjadi celah keamanan yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku serangan siber.
Menurutnya, banyak perusahaan fintech di Indonesia masih menggunakan metode lama seperti Software Development Kit (SDK) yang merupakan teknologi pada 2010 dan Multi-Factor Authentication (MFA) untuk keamanan aplikasi mereka.
"Padahal, pendekatan ini sudah tidak lagi relevan untuk menghadapi ancaman modern," kata Dean McDonald dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Dia menambahkan salah satu celah paling rentan dalam aplikasi fintech adalah saat proses onboarding atau Know Your Customer (KYC). Perusahaan seharusnya tidak hanya menggunakan AI sebagai alat analitik, melainkan benar-benar menjadikannya sistem pertahanan aktif.
Menurutnya, tingkat serangan telah meningkat dua kali lipat sejak 2024, dan akan terus naik. AI memungkinkan pelaku kejahatan untuk meniru suara, wajah, bahkan sidik jari dengan sangat meyakinkan.
Appdome, lanjutnya, memiliki perlindungan proses sensitif dalam aplikasi—seperti login dan transaksi pembayaran—dari serangan otomatis atau berbasis AI. Teknologi Mobile Bot Defense milik Appdome memungkinkan deteksi terhadap deepfake dan bot jahat secara real-time.
Selain itu, perusahaan juga menghindari risiko crash atau gangguan performa yang seringkali menjadi kelemahan SDK. Appdome dapat mengenali perangkat yang digunakan untuk mengakses aplikasi, serta mengidentifikasi jika pengguna masuk dari perangkat baru yang belum dikenali.
"Dengan pendekatan AI-native dan tanpa memerlukan integrasi kode, platform ini menjadi jawaban atas kebutuhan perlindungan menyeluruh yang tak bisa ditawarkan oleh pendekatan tradisional," ujarnya.