Bisnis.com, JAKARTA - Sejak mencuat kabar pada Mei lalu, rencana konsolidasi antara XL dan Axis semakin menguat. Apalagi rencana tersebut telah direstui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui persetujuan prinsip yang diteken pada Juli lalu.
Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun telah membentuk kelompok kerja (task force) untuk membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan rencana konsolidasi itu.
Kelompok kerja tersebut akan membahas masalah sumber daya termasuk alokasi frekuensi serta mendiskusikan masalah persaingan usaha. Mereka akan menentukan apakah ada indikasi monopoli sebelum konsolidasi benar-benar terealisasi.
Dari sejumlah pembahasan tersebut penentuan berapa frekuensi yang harus dikembalikan XL dan Axis pasca konsolidasi menjadi PR cukup sulit. XL telah membuka penawaran dengan menyatakan siap mengembalikan frekuensi selebar 5MHz di spektrum 2,1GHz. Namun Kominfo dan BRTI tak tergesa-gesa menyanggupinya.
Belakangan mereka bahkan mempertimbangkan mengambil lagi frekuensi XL atau Axis di spektrum 1800MHz. “Axis kan punya banyak di 1800MHz, kami tidak akan melihat hanya pada spektrum 3G saja,” ujar Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Muhammad Budi Setiawan di Jakarta, Selasa (3/9/2013).
XL memang memiliki frekuensi di beberapa spektrum. Mereka memiliki frekuensi selebar 15MHz di spektrum 2,1GHz, setelah bersama Telkomsel berhasil mendapat dua blok yang tersisa di spektrum tersebut.
Selain frekuensi di spektrum 2,1GHz, Axis memiliki frekuensi di 1800MHz selebar 15MHz. Adapun pada spektrum tersebut XL memiliki frekuensi selebar 7,5MHz. XL juga memiliki frekuensi dengan lebar yang sama di spektrum 900MHz.
Budi menyebutkan XL sudah menyampaikan rencana bisnis jika konsolidasi benar-benar terealisasi. Menurutnya XL menyebutkan akan melakukan pembangunan masif layanan 3G. “Jadi cocok dengan rencana kami, kami menghargai itu,” jelasnya.
Dia menyebutkan pihaknya sudah menyusun rancangan awal alokasi frekuensi pasca konsolidasi meski masih harus dibahas lebih lanjut. Dia menegaskan pita di spektrum 2,1GHz adalah frekuensi premium yang harus dialokasikan secara matang. Budi tidak menampik sampai saat ini sudah ada operator yang menyatakan minat untuk menggaet frekuensi yang akan dikembalikan XL. “Salah satunya Indosat,” imbuhnya.
Tak hanya ke Kominfo, rencana konsolidasi XL dengan Axis juga sudah diberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kabiro Merger KPPU Taufik Ahmad menyebutkan XL beberapa waktu lalu telah menyampaikan surat pemberitahuan tersebut.
Menurutnya pembahasan di KPPU paling tidak akan memakan waktu hingga 60 hari. Pihaknya sudah meminta XL dan Axis menyediakan data perusahaan termasuk kondisi pasar. “Itu peraturan baru, pelaku usaha yang harus menyediakan data,” jelasnya
Taufik mengatakan salah satu hal penting yang menjadi perhatian KPPU adalah konsentrasi pasar. Setiap faktor yang ada termasuk frekuensi dan kepemilikan saham akan dipertimbangkan. “Yang pasti harus tidak ada indikasi praktik monopoli.”
Kritik atas itung-itungan alokasi frekuensi untuk XL dan Axis justru dilontarkan Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Gunawan Wibisono. Dia menilai sampai saat ini aturan masih menyebutkan bahwa frekuensi tidak dapat dialihkan.
Menurutnya ketentuan yang termuat di Peraturan Pemerintah (PP) No.53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit sudah jelas mengatur hal tersebut. “Pasal 25 ayat 2 di PP itu yang dapat dialihkan itu hanya ISR (izin stasiun radio), padahal sekarang ada operator yang punya lisensi tapi tidak punya ISR, BWA (broadband wireless access) contohnya,” ujarnya.
Dia menyarankan pemerintah untuk membuka regulasi yang memungkinkan secondary market spectrum. Menurut Gunawan hal itu akan memberi keuntungan bagi pemerintah. Konsep tersebut, kata dia, mirip dengan BPHTB pada jual beli tanah. “Itu juga dapat mencegah kesalahan prosedur PP No.53/2000 pasal 25 ayat 2,” imbuhnya.
Dia khawatir jika pemerintah memaksakan hal tersebut maka akan timbul dampak hukum di kemudian hari.