Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja keuangan emiten telekomunikasi memang masih dibayangi registrasi prabayar yang beberapa waktu lalu diterapkan oleh pemerintah. Namun, registrasi tersebut tidak menyurutkan beberapa emiten telekomunikasi untuk melakukan ekspansi jaringannya.
Melihat dari laporan keuangan yang dipublikasikan emiten telekomunikasi, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. melalui anak usahanya Telkomsel paling gencar membangun jaringan telekomunikasi, khususnya broadband.
Ini dapat dilihat dari jumlah base transceiver station (BTS) on air perusahaan itu yang meningkat 19,9% dari sebelumnya 147 juta menjadi 176 juta. Emiten lain yang rajin membangun BTS adalah PT XL Axiata Tbk. dengan meningkatkan jumlah pembangunan dari 94 juta menjadi 112 juta.
Analis saham Bahana Sekuritas Andri Ngaserin mengatakan pembangunan jaringan telekomunikasi harus dilakukan oleh operator telekomunikasi jika mereka ingin mempertahankan kinerja keuangannya dan jumlah pelanggannya. Terlebih lagi jika emiten telekomunikasi ingin meningkatkan jumlah pelanggan data.
Fitch Ratings juga mencatat kebutuhan akan broadband di Indonesia sangat tinggi. Dengan tingginya kebutuhan broadband, membuat operator telekomunikasi getol menggelontorkan belanja modal.
Operator yang saat ini gencar mengeluarkan belanja modal adalah Telkomsel dan XL. Fitch mencatat rata-rata belanja modal yang dikeluarkan operator untuk penggembangan jaringan sebesar 20% dari pendapatan mereka.
Menurut Andri, wajar saja operator mengeluarkan banyak dana untuk melakukan investasi dalam mengembangkan layanan data dan digital. Sebab, broadband akan menjadi tulang punggung pendapatan emiten telekomunikasi ke depan.
“Nantinya, investor hanya akan melirik emiten telekomunikasi yang memiliki komposisi pendapatan data terbesar. Laba bersih Telkom yang mengalami penurunan disebabkan Telkom dan Telkomsel melakukan investasi yang sangat besar di broadband,” terang Andri.
Hingga saat ini, emiten yang dinilai Andri memiliki komposisi pendapatan data lebih besar dari legacy adalah XL. Adapun Telkomsel dinilai Andri masih mengarah untuk menuju ke layanan data.
Dia optimistis dengan investasi Telkom dan Telkomsel yang besar di layanan data, akan membuat komposisi pendapatan mereka akan berubah dari legacy menjadi ke data dan bisnis digital.
Dari data laporan keuangan Telkom disebutkan bahwa digital Telkomsel mengalami kenaikan sangat signifikan yaitu 17,5%. Jumlah tersebut memegang kontribusi 49,7% dari total pendapatan Telkomsel. Padahal, di tahun lalu bisnis digital hanya memegang 39,3% dari total revenue Telkomsel.
“Sedangkan untuk Indosat, saya masih belum bisa melihat mereka menuju ke layanan data. Itu disebabkan jaringan mereka yang kurang bagus, karena selama ini mereka melakukan perang harga. Indosat saat ini berat untuk meningkatkan revenue karena jaringannya yang kurang baik. Untuk telepon saja susah apalagi untuk data,” papar Andri.
Beberapa waktu yang lalu, emiten telekomunikasi masih melakukan perang harga di layanan data dan legacy. Namun, dalam dua bulan terakhir ini Andri melihat perang harga sudah mulai berkurang.
Dia berharap di masa mendatang emiten telekomunikasi tidak lagi melakukan perang harga untuk mendapatkan pelanggan. Jika para operator konsisten untuk tidak melakukan perang harga lagi, Andri optimistis marjin dan kinerja keuangan mereka akan pulih pada akhir tahun ini.
Dari tiga emiten telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, Telkom melalui Telkomsel masih memiliki average revenue per user (ARPU) terbaik yaitu Rp41.000. Sementara itu, XL memiliki ARPU Rp34.000, sedangkan Indosat memiliki ARPU terendah yaitu hanya Rp12.000.
Dengan mereka tidak melakukan perang harga, diharapkan industri telekomunikasi menjadi lebih sehat. Untuk membuat industri telekomunikasi menjadi sehat, Andri berharap tarif data tidak jor-joran lagi.
Bahkan, dia menilai jika tarif layanan data dinaikkan 10%-20%, maka dapat membantu memenuhi komitmen pembangunan, memperbaiki kinerja keuangan emiten telekomunikasi, serta menjaga kualitas serta layanan kepada konsumennya.
“Memang dengan jor-joran, tarif emiten telekomunikasi tak akan mampu lagi mempertahankan kualitas dan layanannya. Apalagi untuk mengembangkan jaringan telekomunikasi,” ujar Andri.