Semarak Lelang 1,4 GHz Belum Tampak, Ada Apa?

Leo Dwi Jatmiko, Pernita Hestin Untari
Kamis, 14 Agustus 2025 | 07:03 WIB
Menara telekomunikasi dengan jaringan 4G dan 5G/Telkomsel
Menara telekomunikasi dengan jaringan 4G dan 5G/Telkomsel
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Seleksi penggunaan pita frekuensi 1,4 GHz memasuki tahapan baru. Setelah batas pengambilan akun untuk ikut proses lelang atau e-Auction berakhir kemarin, para peserta yang tertarik akan mengambil dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK).

Adapun, hingga saat ini perusahaan telekomunikasi tidak banyak yang berkomentar mengenai keterlibatan mereka di seleksi 1,4 GHz. Berbeda dengan lelang frekuensi sebelumnya seperti pada lelang 2,1 GHz (2022) dan 2,3 GHz (2020). 

Pada lelang 1,4 GHz peserta tidak hanya berasal dari perusahaan seluler, juga internet tetap yang memiliki izin penyelenggara jaringan tertutup (Jartup) dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis paket switched.

Operator telekomunikasi, baik operator seluler maupun fixed broadband, nampak berhati-hati. Kabar terakhir, PT Supra Primatama Nusantara (Biznet) dan PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET) memilih untuk tidak ikut. 

Sementara PTXLSmart Telecom Sejahtera Tbk. (EXCL) menyatakan tertarik dan telah mengambil dokumen. PT Indosat Tbk. (ISAT) dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) belum bersuara.

Bisnis coba mengonfirmasi kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) perihal jumlah peminat lelang frekuensi 1,4 GHz. Hingga berita ini diturunkan Komdigi tidak membalas. 

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) memperkirakan minat perusahaan telekomunikasi terhadap spektrum frekuensi 1,4 GHz cenderung moderat. Kondisi industri yang menantang dan ekosistem pita  tengah 1,4 GHz yang belum matang menjadi alasan.

Teknisi memperbaiki perangkat telekomunikasi di menara
Teknisi memperbaiki perangkat telekomunikasi di menara

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan industri telekomunikasi saat ini masih kurang sehat seiring dengan tekanan persaingan dan  beban biaya regulasi yang tinggi. 

Kinerja operator melandai di tengah pelemahan daya beli. Pada saat yang sama, biaya regulasi yang harus dibayarkan ke pemerintah untuk menggelar layanan internet bergerak juga masih tinggi, menyentuh 12,2% dari total pendapatan. Di atas rerata Asia Pasifik yang beban regulatornya hanya 8,7% dari total pendapatan.  

Di tengah kondisi tersebut, perusahaan telekomunikasi yang ingin menggunakan spektrum 1,4 GHz juga dihadapkan dengan ekosistem pita tengah tersebut yang masih minim di Indonesia.

Alhasil, layanan internet yang digelar di pita 1,4 GHz nantinya dikhawatirkan hanya terserap sedikit karena masyarakat dan operator harus investasi lagi kembali untuk membangun ekosistem.

“Kemungkinan minat terhadap lelang ini sifatnya moderat saja,” kata Sigit kepada Bisnis, Rabu (13/8/2025). 

Sigit menambahkan meski demikian spektrum 1,4 GHZ jika diperuntukkan peningkatan broadband pada layanan fixed wireless access atau layanan internet tetap nirkabel, bagi perusahaan telekomunikasi eksisting masih menarik. 

FWA dapat menjadi strategi jangka panjang, sedangkan untuk operator seluler mungkin akan lebih berminat di frekuensi yang lebih popular. 

“Pemain FWA baru, akan lebih tertarik untuk mengeksplorasi potensi segmen pasar FWA. Secara umum FWA sering dilihat sebagai solusi antara mobilitas seluler dengan fixed broadband berbasis kabel,” kata Sigit. 

Sigit menuturkan frekuensi 1.4 GHz ini bisa jadi mesin pertumbuhan jika segmen FWA dapat mengisi hambatan atau keterlambatan adopsi fixed broadband yang berbasis kabel, terutama di daerah yang permintaan terhadap internet  berkualitas mulai meningkat.

“Sementara di wilayah yang cakupan selulernya sudah cukup berkualitas, mungkin lebih menantang bagi segmen pasar FWA ini,” kata Sigit. 

Sebelumnya, Komdigi menyampaikan penggelaran jaringan internet di pita 1,4 GHz dapat dilakukan secara bertahap. Pemerintah mengakui kesiapan ekosistem di pita tengah ini masih belum optimal.

Dampak dari ekosistem yang belum kuat tersebut membuat ongkos pengembangan layanan internet 1,4 GHz tidak murah. Pemerintah memahami hal tersebut.

“Memperhatikan kondisi ekosistem di pita 1.4 GHz, target penyediaan layanan kepada rumah tangga dalam rangka meningkatkan penetrasi juga dilakukan secara bertahap,” kata Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi Wayan Toni Supriyanto kepada Bisnis, Kamis (31/8/2025).

Dirjen Infrastruktur Digital Wayan Toni
Dirjen Infrastruktur Digital Wayan Toni

Kesiapan ekosistem menjadi salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan telekomunikasi dalam pengembangan layanan data di pita frekuensi 1,4 GHz. 

Adapun pita frekuensi 1,4 GHz termasuk kategori mid band atau frekuensi pita tengah yang memiliki karakteristik jangkauan lumayan luas dan kapasitas besar.

Komdigi membagi pemanfaatan frekuensi 1,4GHz menjadi 3 zona dengan 15 regional.

Berdasarkan pengumuman Nomor: 1/SP/TIMSEL1,4/KOMDIGI/2025 Tentang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk layanan Akses Nirkabel Pitalebar atau Broadband Wireless Access (BWA) Tahun 2025. 

Dalam pengumuman tersebut, Pemerintah akan melaksanakan seleksi terhadap objek seleksi berupa pita frekuensi radio pada rentang 1432–1512 MHz untuk layanan Time Division Duplexing (TDD) di beberapa wilayah Indonesia. 

Proses seleksi ini terbagi dalam tiga regional, yakni Regional I,  Regional II, dan Regional III. Adapun masing-masing dengan satu blok seleksi berkapasitas 80 MHz. Masa berlaku Izin Penggunaan Frekuensi Radio (IPFR) ditetapkan selama 10 tahun

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami