Begitu pensiun sebagai Gubernur Bank Indonesia pada 24 Mei 2018, Agus Martowardojo nyaris tak pernah muncul ke publik. Namanya kembali menghiasi media massa pada Kamis (10/1/2019), ketika manajemen Tokopedia mengumumkan pengangkatannya sebagai komisaris utama.
Saya beruntung bertemu dengan mantan bankir dan birokrat ini sehari sebelum Tokopedia merilis pengumuman komisaris utama. Lebih istimewa lagi, pertemuan diinisiasi oleh pendiri Tokopedia William Tanuwijaya yang dalam kesehariannya berperan sebagai Chief Executive Officer (CEO) marketplace tersebut.
Agus mengatakan sejak tak lagi menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI), dirinya sengaja mengambil jeda sekaligus istirahat. Dia juga sama sekali tidak melakukan aktivitas yang bisa ditafsirkan mengandung konflik kepentingan karena posisinya sebagai mantan pejabat publik.
Akhirnya, enam bulan kemudian, Agus menerima pinangan Tokopedia untuk menjadi komisaris utama. Dia menyebutnya sebagai jodoh karena prosesnya begitu sederhana, selain merasa memiliki chemistry yang sama dengan William.
Agus D.W. Martowardojo dalam konferensi pers Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (16/11/2019)./Reuters
William menyebut Tokopedia ingin menyerap banyak kearifan (wisdom) dari Agus, sosok yang kaya pengalaman dalam mentransformasi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan berperan dalam merger PT Bank Permata Tbk., maupun kapasitasnya dalam menjalankan tugas Menteri Keuangan hingga Gubernur BI.
“Wisdom ini penting bagi Tokopedia, saya juga memerlukan counter ego dari sosok Pak Agus," ujarnya.
Sebagai contoh, tutur William, pada dasarnya dirinya adalah sosok yang introvert dan menjadi salah satu dari sedikit pendiri unicorn Indonesia yang jarang bicara ke publik. Sementara itu, Agus dengan segala pengalamannya, sukses dalam berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan, apalagi di tengah makin berkembangnya bisnis Tokopedia.
Bisa dibilang, keputusan Agus menerima pinangan Tokopedia cukup mengejutkan, karena sektor ini merupakan medan kerja baru. Pria ini dikenal sebagai bankir kawakan dengan pengalaman selama 25 tahun sebelum dipercaya sebagai menteri keuangan dan akhirnya terpilih sebagai Gubernur BI periode 2013-2018.
Bila mendengar bisik-bisik dari para mantan anak buahnya, baik di Bank Mandiri maupun BI, Agus merupakan tipe pemimpin yang perfeksionis dan gila kerja.
“Di BI, bila rapat sudah memasuki pukul 22.00 lalu mulai dihidangkan jajanan seperti singkong, kacang, atau pisang rebus, maka alamat kita akan pulang dini hari,” tutur salah satu pegawai.
Cerita ini seperti mengulang apa yang terjadi di Bank Mandiri, di mana Agus merupakan figur yang mencintai detail pekerjaan. Namun, orang bisa melihat hasil kerjanya di bank BUMN tersebut, di mana terjadi transformasi besar-besaran dan perubahan budaya kerja sehingga mendorong kinerja baik perusahaan.
Agus mengenang di awal proses merger Bank Mandiri, kultur pegawainya seperti priyayi dan tidak ada jiwa melayani. Sekarang, kita bisa melihat bagaimana perusahaan itu bertransformasi menjadi salah satu bank dengan pelayanan terbaik di Indonesia.
Sukses di Bank Mandiri inilah yang kemudian membuat karier Agus makin bersinar, lalu terpilih menjadi Menteri Keuangan (2010-2013) pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tak lama menjabat, presiden mencalonkannya sebagai Gubernur BI dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Agus Martowardojo menerima cendera mata dari jurnalis, di Jakarta, Kamis (17/5/2018)./JIBI
Sementara itu, bidang usaha Tokopedia sebagai perusahaan teknologi yang disebut William ‘sebagai upaya membangun ekosistem sebuah kota’ juga relatif jauh dari aktivitas Agus selama ini. Namun, justru di situlah tantangan besarnya.
”Saya tertarik untuk berkontribusi dalam menjaga governance perusahaan ini. Tokopedia masih muda, tetapi memiliki potensi berkembang yang tak terbatas," terangnya.
Agus menambahkan, sebagai komisaris, lingkup tugasnya jelas yakni sebagai pengawas, pembina, dan penasihat.
“Peran ini yang akan saya jalankan. Dengan demikian, Tokopedia akan memiliki prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni independensi, transparansi, akuntabilitas, fairness,” ucapnya.
Agus menilai meskipun belum jadi perusahan publik, prinsip tersebut sudah jalan di Tokopedia.
“Itu merupakan value tersendiri. Dengan begitu, suatu hari nanti mau IPO [Initial Public Offering/mencatatkan saham perdana di bursa], semua sudah siap," tambahnya.
***
Bila kita menyaksikan Tokopedia yang sekarang, dengan 3.000 karyawan, 4 juta mitra, dan suntikan modal investor belasan triliun rupiah, sulit melepaskan diri dari figur William. Namun, sedari awal, dia tak menginginkan Tokopedia dikenal sebagai sebuah kerajaan tetapi lebih sebagai universitas.
Tak heran bila William sudah menyiapkan para pemimpin baru dari awal. Dia terinspirasi oleh pendiri Apple Inc. Steve Jobs, bahwa jika mau bikin perusahaan bagus harus merekrut calon karyawan kelas A.
Suasana kantor Tokopedia./Istimewa
Sebab, bila merekrut kelas B, mereka akan menurunkan standar dengan merekrut staf kelas C dan seterusnya. Ini pelajaran besar bagi William karena pernah mengalami hal buruk dalam merekrut pegawai.
Kisahnya terjadi pada 2009, saat dia mulai menjalankan Tokopedia. Lantaran memerlukan beberapa pegawai, pergilah dia ke Universitas Bina Nusantara, almamaternya.
Dua hari menunggu booth di Job Fair Binus, tak satupun orang mampir.
“Mungkin karena usaha rintisan belum menarik, mereka tahunya kami website karena startup waktu itu belum sepopuler sekarang,” kenangnya.
Namun, setelah Tokopedia menjadi marketplace terbesar di Indonesia, tak sulit bagi perusahaan ini mencari talenta baru. Puluhan ribu aplikasi masuk setiap hari dan Tokopedia makin rajin merekrut diaspora Indonesia di luar negeri dengan gaji pantas.
William adalah tipe seorang pembelajar, banyak mengambil inspirasi dari orang sukses, dan meniru apa yang mereka lakukan. Dia mengaku banyak belajar dari Alibaba dan Amazon, dua role model dalam mengembangkan perdagangan digital.
Dari pembicaraan Rabu (9/1) malam, terlihat sekali bila Tokopedia cenderung mereplikasi model bisnis Alibaba, yang lebih bertindak sebagai mitra para merchant, tanpa merasa tergoda untuk membuat produk sendiri, apakah itu barang hingga platform pembayaran.
Berkali-kali William menekankan perlunya memberdayakan lebih banyak wirausahawan dan menciptakan model bisnis yang semakin efisien. Dengan dukungan teknologi informasi, dia meyakini Tokopedia bisa memasuki bisnis lanjutan dari memperkuat infrastruktur, lalu menggandeng mitra lain untuk menciptakan jalur distribusi barang dan jasa secara lebih efisien.
Namun, meniru saja tidak cukup, karena sang peniru mesti memiliki visi yang jauh ke depan serta mimpi tinggi. Salah satu inspirator besar William adalah Presiden Soekarno, ‘Bermimpilah setinggi langit, karena kalaupun jatuh masih di antara bintang-bintang.’
Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya ketika berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Senin (4/6/2018)./JIBI
Keberanian bermimpi ternyata juga membuat manusia kuat dan tahan terhadap kegagalan. Sebelum mendapatkan suntikan investasi US$100 juta dari SoftBank Vision Fund, perusahaan investasi Jepang pada akhir 2014, Tokopedia hanyalah perusahaan dengan puluhan karyawan dan kantor sewaan Rp12 juta per tahun di sebuah perumahan di kawasan Jakarta Barat.
“Orang-orang yang menolak saya biasanya hanya bertanya soal masa lalu, yang tentu saja tak bisa saya ubah. Tapi, Masayoshi Son tidak seperti itu. Dia bertanya soal apa yang bisa saya lakukan di masa depan. Dia tidak peduli tentang masa lalu saya,” tutur William tentang suntikan modal besar pertamanya setelah bertemu dengan pimpinan SoftBank itu pada 1 Oktober 2014.
Pada November 2018, SoftBank bersama Alibaba mengucurkan investasi sebesar US$1,1 miliar atau Rp16 triliun kepada Tokopedia. Suntikan dana ini menjadikan valuasi Tokopedia menembus US$7 miliar, hanya sedikit di bawah unicorn Indonesia lainnya yaitu Go Jek yang bernilai US$9 miliar.
Dengan Tokopedia, William sedang meniti buih untuk mencapai destinasi baru bisnis digital. Dia termasuk yang percaya bahwa perkembangan bisnis digital bukanlah pencerabut (disrupter) bagi bisnis yang ada sekarang. Justru, keberadaan teknologi digital bisa memberdayakan, bukan sebaliknya.
Seiring makin besarnya bisnis maupun valuasi Tokopedia, perusahaan ini tentu sedang menghadapi fase bisnis yang kompleks. Kini, William tak sekadar memerlukan modal baru dari para investor, tetapi juga kearifan baru dari sosok berpengalaman seperti Agus Martowardojo.