Bisnis.com, JAKARTA — IBM Indonesia menilai sejumlah perusahaan perlu meningkatkan kemampuan para pekerjanya dalam mengoperasikan teknologi, seiring dengan perkembangan teknologi yang makin cepat.
Berdasarkan studi yang baru saja dikeluarkan oleh IBM Institute for Business Value (IBV), dalam 3 tahun ke depan, sekurangnya 120 juta pekerja di 12 industri perekonomian terbesar di dunia, termasuk Indonesia, perlu mendapat pelatihan ulang, dampak revolusi industri dengan hadirnya kecerdasan buatan dan kecerdasan automasi.
Laporan IBM IBV juga menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan kemampuan melalui pelatihan meningkat 10 kali dalam 4 tahun terakhir.
Pada 2014, hanya dibutuhkan 3 hari untuk melatih kemampuan menggunakan teknologi melalui pelatihan di perusahaan, adapun pada 2018 untuk pelatihan yang sama membutuhkan 36 hari, karena teknologi berkembang.
Masih dalam laporan yang sama, para eksekutif pun memiliki perubahan pandangan mengenai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh pegawai.
Pada 2016, para eksekutif masih menempatkan kemampuan teknik dan pengoperasian komputer serta aplikasi sebagai dasar kemampuan yang harus dimiliki setiap karyawan. Dalam 2 tahun kondisi tersebut berubah.
Pada 2018 tepatnya, para eksekutif justru lebih membutuhkan kemampuan bersikap fleksibel, tangkas dan mudah beradaptasi dengan perubahan, serta kemampuan manajemen dan menentukan prioritas.
Associate Partner Global Business Services IBM, Andrian Purnama mengatakan kemampuan beradaptasi dibutuhkan karena perkembangan teknologi berjalan begitu cepat.
Dia berpendapat saat ini pekerja dengan kemampuan yang mumpuni belum cukup bagi sebuah perusahaan. Pekerja tersebut harus dapat menggunakan teknologi dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Adrian memberikan sebuah contoh, seorang pekerja yang memiliki etos kerja bagus dapat menyelesaikan ratusan pekerjaan namun saat diharuskan menggunakan teknologi dalam bekerja dan membuat laporan, pekerja tersebut hanya mampu menyelesaikan sedikit pekerjaan, akibat kesulitasn dalam beradaptasi dan kurang memahami mengoperasikan teknologi baru.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kata Andrian, IBM Indonesia hadir dengan menawarkan solusi secara utuh kepada perusahaan. Solusi tidak hanya memenuhi kebutuhan perusahaan namun juga memberi kemudahan kepada pekerja dalam mengoperasikannya.
Dia mengatakan IBM Indonesia memberi perangkat yang dapat dioperasikan dengan bahasa manusia, bukan bahasa mesin, sehingga para pekerja tidak membutuhkan waktu lama untuk mempelajari.
“Pekerja tidak perlu belajar lagi mengenai data-data cara berkomunikasi dengan mesin, itu yang kami program kan,” kata Andrian di Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Andrian menambahkan perangkat tersebut juga memiliki kemampuan kecerdasan buatan yang dapat membaca dan menerjemahkan data ke dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh para pekerja.
Dia mencontohkan untuk mendeteksi kualitas suatu produk, pekerja hanya perlu mengambil gambar produk tersebut untuk kemudian dianalisis oleh mesin mengenai kejanggalan-kejanggalan yang ada.
“Kami juga punya perangkat yang dengan mengambil foto saja, perangkat tersebut bisa menerjemahkan apa yang sedang terjadi,” kata Andrian.
Sementara itu, Presiden Direktur IBM Indonesia, Tan Wijaya, mengatakan perseroan juga memberikan konsultasi penggunaan perangkat yang ditawarkan sehingga pemanfaatannya lebih optimal.
Dia mengatakan IBM berkomitmen memberikan solusi secara utuh kepada klien mereka, dari perangkat lunak, perangkat keras, layanan dan konsultasi.
“Jadi ketika klien memakai [alat IBM] bisa belajar bagaimana mengoptimalkan penggunaan alat tersebut,” kata Wijaya.
Wijaya menambahkan saat ini perseroan telah menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. IBM memberikan solusi berupa sensor pelacak sekaligus pendeteksi waktu perawatan kendaraan.
Sensor yang dimiliki IBM ditempelkan di kendaraan manufaktur, seperti truk, untuk mengetahui waktu perawatan kendaraan. Selama ini, perusahaan manufaktur hanya berpatokan dari jarak tempuh truk untuk mengukur kapan kendaraan harus diperbaiki.
“Misalnya kalau dahulu 5.000 Km harus diperbaiki, dengan sensor dapat diketahui kapan harus diperbaiki tanpa melihat jarak tempuh. Kalau prima kondisi mesin bisa jadi ketika jarak tempuh 7.000 Km tidak perlu diperbaiki,” kata Wijaya.
Selain di manufaktur, IBM rencananya juga akan berkerja sama dengan salah satu perusahaan pabrik mobil asal Indonesia.
IBM menawarkan solusi untuk pendeteksian kondisi kendaraan secara automatis, sehingga nantinya tidak diperlukan lagi pekerja yang memeriksa kondisi kendaraan satu per satu.