UU Perlindungan Data Pribadi Beri Kepastian Penindakan OTT di Indonesia

Feni Freycinetia Fitriani
Senin, 2 November 2020 | 19:07 WIB
Tampilan aplikasi Facebook di smartphone/Bloomberg
Tampilan aplikasi Facebook di smartphone/Bloomberg
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Sepak terjang layanan over the top (OTT) global tengah menjadi sorotan dari otoritas persaingan usaha di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Operator OTT terindikasi melakukan praktik monopoli karena memegang kendali penuh atas platform serta infrastruktur digital. Imbasnya bisa menekan supplier, menyalahgunakan data pengguna, menghindari pajak, serta menguasai value chain bisnis digital secara end-to-end.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo menilai kegiatan usaha yang dilakukan OTT Global mengarah ke praktik monopoli dan oligopoli.

KPPU akan memiliki landasan hukum untuk melakukan penindakkan hukum terhadap OTT Global di Indonesia apabila UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) disahkan.

"Presiden Joko Widodo menganggap data is the new oil. UU PDP menjadikan data sebagai komoditas yang sangat berharga dan perlu dilindungi, maka KPPU memiliki dasar yang kuat untuk bisa melakukan pengawasan dan penindakkan,” kata Kodrat seperti dikutip dalam siaran pers, Senin (2/11/2020). 

Kekhawatiran KPPU soal perilaku monopoli dan oligopoli OTT ada dasarnya. Kodrat memberi contoh Facebook yang sudah mulai masuk ke bisnis telekomunikasi dengan membangun jaringan serat optik di Indonesia melalui Facebook Connectivity.

Dengan demikian, bisa dipastikan OTT Global tersebut sudah mencengkram konsumen di Indonesia secara end to end. Karena itu, dia meminta regulator dan pemerintah untuk berhati-hati serta menyiapkan regulasi untuk mengatur bisnis OTT global di Indonesia.

"Salah satu cara dengan menyiapkan UU PDP yang nantinya akan mengharuskan OTT global untuk membuka kantor operasional di Indonesia. Selama ini operasional dan server mereka masih di luar negeri," imbuhnya.

Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Nonot Harsono mengatakan OTT global memang sudah membangun jaringan telekomunikasi sendiri di beberapa negara. Termasuk membangun kabel laut. Padahal, sebelumnya kabel laut dimiliki konsorsium perusahaan telekomunikasi.

"Tujuan mereka memang ingin menguasai bisnis big data di berbagai negara, termasuk Indonesia. Facebook sudah masuk melalui BAKTI, Alita dan D-Net. Kalau ini dibiarkan operator telekomunikasi yang ada tinggal menunggu waktu saja untuk mati,” ucapnya.

Komentar komisioner BRTI periode 2009 - 2015 itu menilai OTT global yang melakukan penggelaran infrastruktur dan jaringan belum memiliki status badan hukum yang jelas. Tanpa adanya kejelasan status badan hukum tersebut maka OTT global bisa menghindari berbagai kewajiban termasuk kontribusi pajak terhadap negara.

Hubungan antara OTT global dan operator telekomunikasi perlu dipertegas melalui kewajiban kerja sama. Jika hal itu tidak dilakukan, dia khawatir banyak operator yang akan gulung tikar.

"Kalau big data ada di Facebook atau Google bagaimana kita ngomong kedaulatan? OTT Global harus bisa berkolaborasi dengan pelaku usaha di Indonesia melalui jalur dan cara yang benar," ucapnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper