Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui DJKI menyatakan para e-commerce yang dicurigai masih melakukan pembiaran terhadap penjualan barang palsu dan bajakan harus berani berbenah.
Kasatgas Kekayaan Intelektual Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Anom Wibowo menyebut, Kemenkumham RI melalui DJKI sudah menyadari tantangan transaksi masa kini yg beralih ke perdagangan online.
Dengan itu dibentuklah Satgas Kekayaan Intelektual dengan leading sector DJKI melakukan MoU dengan Bareskrim Polri, BPOM, Kominfo dan DJBC Kemenkeu bekerjasama dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) dengan menyertakan 5 perusahaan e-commerce besar yakni Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Bibli dan Lazada sekitar bulan Oktober 2021 yang lalu.
"Kerja sama yang kami buat ini mensyaratkan agar setiap produk yang di perdagangkan secara online sudah memiliki sertifikat kekayaan intelektual," ujarnya, Kamis (24/2/2022).
Anaom mengatakan, dengan adanya kerja sama tersebut, DJKI mendorong idEA dan masing-masing perusahaan e-commerce untuk terus berbenah.
"Kalau ternyata Bukalapak, Tokopedia dan Shopee yang disebutkan dalam review 2021 USTR dianggap belum konsisten artinya berdasarkan penilaian konsumen lokal maupun global, para e-commerce tersebut masih menjual produk ilegal," ujarnya.
Untuk itu, agar tidak dicap sebagai penyedia barang palsu atau bajakan, para e-commerce harus membuat divisi khusus yang bertugas melakukan pengawasan produk yang dijual oleh para pedagang di platform mereka.
"Kami siap membantu memberikan asistensi prosedur pencatatan bagi yg belum terdaftar kekayaan intelektualnya. Perusahaan e-commerce tidak bisa berlindung dengan menyatakan telah menyediakan fitur pelaporan bagi konsumen yang merasa dirugikan tetapi tidak secara tegas melarang produk tanpa sertifikat Kekayaan Intelektual," ujarnya.
Sebagai informasi, Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia masuk dalam daftar Notorious Markets yang dirilis oleh The Office of the United States Trade Representative (USTR) atau kantor perwakilan dagang Amerika Serikat.
Berdasarkan dokumen berjudul 2021 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy (the Notorious Markets List) yang dikutip dari laman ustr.gov, Rabu (23/2/2022), ketiga startup Indonesia tersebut masuk dalam daftar pengawasan terkait dengan penjualan atau penyediaan barang palsu dan aktivitas pembajakan.
Laporan yang dirilis pada 17 Februari 2022 tersebut merupakan hasil pantauan dari pemerintah Amerika Serikat sepanjang 2021. Adapun dalam laporan tersebut terdapat 42 perusahaan atau platform digital yang sedang dalam pengawasan.