Meta Mengaku 90 Persen Konten Berita Diberi Secara Sukarela oleh Penerbit

Crysania Suhartanto
Senin, 7 Agustus 2023 | 16:15 WIB
Logo Facebook terlihat di layar smartphone./Bloomberg-Gabby Jones
Logo Facebook terlihat di layar smartphone./Bloomberg-Gabby Jones
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Meta, induk dari Facebook dan Instagram, mengungkapkan sekitar 90 persen konten berita yang ada di Facebook diberikan sukarela dari para penyedia berita. 

Director of Public Policy Meta Rafael Frankel mengatakan Meta tidak mengambil konten berita dari para penyedia berita. 

“Mereka (para penyedia berita) dengan sukarela menaruh kontennya di platform kita. Kami tidak mengambil konten tersebut, 90 persen konten berita kami berasal dari para penyedia berita itu sendiri,” ujar Rafael dalam konferensi virtual, pada Senin (7/8/2023).

Pemberian berita secara sukarela, menurut Rafael, menguntungkan para penyedia berita dan dapat membuat kantor berita menjadi lebih maju. Hal tersebut dapat terjadi karena Facebook dapat membantu konten berita dinikmati oleh lebih banyak pembaca yang tertarik dengan topik tersebut. 

Selain itu, Facebook juga membuat laman kantor berita tersebut memiliki lebih banyak pengunjung.

“Keuntungan-keuntungan yang didapatkan setelah mengunggah konten di platform kami secara sukarela, didapatkan oleh para pengunggah itu sendiri,” ujar Rafael.

Oleh karena itu, Rafael menyatakan jika UU Publisher Right benar terlaksana pada akhir-akhir ini, hal itu akan merugikan pengguna dan penyedia berita itu sendiri. 

Menurutnya, jika harus membayar untuk setiap konten yang ada di platformnya, hal itu membuat Meta menjadi sangat selektif dalam menentukan konten yang akan dinikmati para pengguna. 

Alhasil, hal ini secara tidak langsung juga akan merugikan para kantor berita yang kerap mengunggah berita di Facebook.

Sebagai informasi, beberapa negara saat ini sedang memberikan perhatian khusus pada platform-platform ketiga yang menyiarkan ulang berita-berita yang dibuat oleh media. Pasalnya, platform ketiga ini dinilai mengambil berita secara gratis untuk keuntungan mereka masing-masing. 

Alhasil, sejumlah negara seperti Kanada dan Australia juga telah membuat UU Publisher Right, yang mana para platform tersebut harus membayar untuk setiap berita yang disiarkan ulang. 

Hal inipun mengakibatkan Facebook dan Instagram menghentikan penyebaran konten berita di platformnya karena tidak ingin membayar.

Sebelumnya, Dirjen Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan pihaknya akan membentuk komite untuk publisher rights. 

Komite tersebut berjumlah ganjil dengan maksimal 11 sosok yang terdiri dari beberapa unsur. “Dalam pasalnya disebutkan berjumlah ganjil maksimal 11 orang ya, Jadi boleh 9 boleh 7 mungkin boleh juga 5, tetapi mungkin tidak 3 karena terlalu sedikit,” ujarnya dalam sebuah diskusi. 

Sementara itu Ketua Forum Pimred Arifin Asydhad mengungkapkan platform digital seperti Google dkk. wajib diregulasi agar bertanggungjawab menciptakan ekosistem jurnalisme yang baik di Indonesia. Sejauh ini, ungkapnya, dengan kehadiran platform digital telah memunculkan banyak ekses negatif, meski juga memberikan efek positif bagi media massa di Indonesia. 

“Akibat dari ekosisem mereka, ada dampak negatif yang ditimbulkan, contohnya muncul media-media yang cuma comat comot konten dari perusahan media dan pers, ini disamakan dengan konten berita. Apa yang benar-benar dikerjakan tim redaksi dengan wartawan yang melakukan konfrimasi, tidak lagi dibedakan dengan agregator,” ungkapnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper