Bisnis.com, JAKARTA — Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) meminta kepada pemerintah terutama Ombudsman dan DPR RI segera bertindak mengatasi persoalan data kualitas udara IQAir yang dituding tak akurat karena sarat kepentingan komersial.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menjelaskan salah satu langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menguatkan publikasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang saat ini dikuasai pihak-pihak yang mempunyai tujuan lain dalam mempublikasikan kualitas udara.
Saat ini, paparnya, informasi kualitas udara saat ini dikuasai oleh pihak tertentu seperti yang dijelaskan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam menanggapi hasil yang berbeda dari informasi kualitas udara dari ISPU milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan IQAir.
Menurutnya sudah seharusnya informasi tentang kualitas udara dalam bentuk ISPU harus mengacu kepada data pemerintah.
“Menurut pandangan saya, lembaga negara seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN] sudah mampu mengintegrasikan ISPU untuk menjadi sajian informasi yang benar bagi masyarakat,” katanya, Senin (25/9/2023).
Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Profesor Puji Lestari mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terlalu mengkhawatirkan soal kualitas udara di Jakarta.
Dia menjelaskan standar konsentrasi baku mutu Indonesia memakai 55 mikrogram per meter kubik. Kualitas udara masih sedang atau aman dan tidak berbahaya seperti yang banyak beredar.
Sementara itu, standar kualitas udara milik produsen air purifier IQAir tersebut, paparnya, memakai standar Amerika yang memakai standar baku mutu 25 mikrogram per meter kubik.
“Dengan demikian, angka kualitas yang dipaparkan di website IQAir terlihat memburuk. Itu tidak sesuai dengan standar Indonesia,” katanya.
Puji mengatakan, masyarakat harus cerdas dalam melihat fenomena perbedaan metode pengukuran kualitas udara dari dua lembaga itu. KLHK sudah betul dalam menggunakan standar konsentrasi baku mutu dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dia mengimbau, identifikasi data masalah polusi udara harus selalu merujuk kepada hasil Indeks Standar Pencemaran Udara/ISPU yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Data informasi kualitas udara dunia dari situs IQAir disebut tidak akurat karena menjabarkan data yang tidak sesuai. Alasannya, alat pemantau situs IQAirs ditempatkan di lokasi yang tak sesuai dengan kajian. Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyoroti terkait dengan peletakan alat detektor polusi udara yang dipasang oleh IQAir, produsen air purifier dari Swiss.
Menurutnya, detektor polutan tersebut rata-rata terpasang di produk air purifier yang dibeli oleh masyarakat atau pabrik.
Air purifier itu gak mungkin dong diletakkan di ruangan yang sudah sehat. Alat itu diletakkan pada ruangan seperti gudang yang tertutup, berdebu serta dengan kualitas udara ruangan yang buruk,” terangnya.
Alhasil dari pemasangan alat detektor yang terpasang pada air purifier yang diletakkan di gudang itu, detektor mengirim data secara online ke dashboard yang dimiliki oleh IQAir.
“Jadi yang tertera udara tidak sehat itu ya antara lain di gudang yang sebenarnya sudah terpasang air purifier-nya,” paparnya.
Dengan demikian, dia menilai website IQAir itu seolah-olah membuat kualitas udara terlihat buruk sekali. Hal ini tidak terlepas karena IQAir yang juga sebagai produsen beranggapan bahwa masyarakat akan membeli produknya jika ingin kualitas udaranya baik. Hal itu membuktikan bahwa sejumlah data yang dirilis produsen air purifier itu mempunyai tujuan bisnis.
“Ya biar publik membeli produknya,” katanya.