Bisnis.com, JAKARTA – Seorang ahli geologi menemukan aliran sungai berusia 40 juta tahun di bawah lapisan es di Antartika Barat. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Science Advances pada 5 Juni.
Penemuan sungai purba tersebut menuntun para ilmuwan untuk melihat kilas balik sejarah peradaban bumi dan betapa ekstrimnya perubahan iklim hingga sebuah sistem sungai dapat terlihat di tengah bongkahan es raksasa di Antartika.
Para peneliti menyebutkan antara 34 juta hingga 44 juta tahun lalu dikenal sebuah zaman bernama Eosen pertengahan hingga akhir, di mana atmosfer bumi berubah secara drastis.
Menurunnya kadar karbon dioksida di sekitar wilayah tersebut membuat proses pembentukan gletser di Bumi semakin meningkat.
“Kami melaporkan data geokronologi dan sedimentologi dari inti bor landas Laut Amundsen, yang memberikan wawasan mengenai kondisi tektonik dan topografi Eosen (-44 hingga 34 juta tahun yang lalu,” tulis rilis penelitian tersebut, dikutip pada Kamis (27/6/2024).
Peneliti menjelaskan sistem keretakan Antartika Barat, bersamaan dengan munculnya Pegunungan Transantartika dan pembaruan sedimentasi dalam kondisi iklim sedang.
Sedimen itu terbentuk dari endapan di lingkungan pesisir atau muara di saluran keluar perlintasan sungai lintas benua sepanjang lebih dari 1.500 km. Aliran sungai mengalir dari Pegunungan Transantartika menuju Laut Amundsen
“Jika kita berpikir tentang potensi perubahan iklim yang parah di masa depan, kita perlu belajar dari periode dalam sejarah di mana hal ini sudah terjadi,” kata Johann Klages, ahli sedimentologi di Alfred Wegener Institute Helmholtz Centre for Polar and Marine di Jerman, seperti diberitakan Live Science, Kamis (27/6/2024)
Klages mengatakan penemuan ini membuat para peneliti semakin dibuat penasaran tentang bagaimana peristiwa iklim besar yang terjadi di Antartika.
Apalagi menurutnya kadar karbon dioksida di Bumi terus meningkat karena perubahan iklim akibat perbuatan manusia yang dalam kesehariannya semakin memperburuk kualitas ekosistem di Bumi.
Klages menyebutkan jumlah karbon dioksida selama periode Eosen akhir mencapai hampir dua kali lipat dari jumlah rata-rata saat ini.
Di samping itu, Klages memprediksi kejadian serupa berpotensi terjadi dalam kurun 150 hingga 200 tahun jika kadar gas rumah kaca mengalami peningkatan.
Menurut Klages untuk mengungkapkan sejarah memerlukan banyak tantangan, terlebih dalam kasus ini Antartika Barat tertutup es sehingga sulit bagi ilmuwan untuk melihat secara langsung batuan sedimen yang berada dibawah.
Para ahli geologi hanya bisa mengandalkan jenis butiran, mineral, dan fosil yang terperangkap di beberapa sedimen lainnya untuk mengetahui hal-hal menarik serta mengidentifikasi kehidupan suatu daerah. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)