Bisnis.com, JAKARTA - Pembangunan infrastruktur telekomunikasi oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membawa angin segar, utamanya bagi masyarakat yang berada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Proyek yang meliputi pembangunan Base Transceiver Station (BTS) dan penyediaan akses internet ini ditujukan sebagai bagian dari upaya BAKTI Kominfo mengurangi ketimpangan digital di Indonesia.
Dengan adanya kedua infrastruktur tersebut di daerah 3T, diharapkan masyarakat setempat dapat terhubung dengan dunia luar, membuka akses informasi, pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi yang lebih luas. Peningkatan akses telekomunikasi ini diyakini dapat menjadi katalisator yang mampu menggerakkan roda perekonomian lokal, meningkatkan kualitas hidup, dan memberdayakan masyarakat setempat.
Berdasarkan laporan penelitian dari Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang dilakukan di wilayah timur Indonesia menyebutkan bahwa kehadiran infrastruktur digital telah memberikan dampak positif yang signifikan secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Meskipun signifikansi dampaknya terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara makro mungkin belum begitu terlihat dalam jangka pendek, perubahan nyata sudah dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari warga.
Salah satu dampak paling terasa adalah peningkatan akses masyarakat ke pasar yang lebih luas melalui pemanfaatan ponsel dan internet. Banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kini bisa memasarkan beragam produk hasil bumi dan kerajinan khas daerah mereka secara daring, baik untuk konsumen lokal maupun internasional.
Selain mendorong pemasaran produk lokal, kehadiran jaringan telekomunikasi yang andal juga memunculkan peluang usaha baru seperti penjualan pulsa, makanan, aksesoris, hingga jasa pengiriman paket yang semakin dibutuhkan seiring tumbuhnya ekonomi digital. Kehadiran BTS ini tidak hanya meningkatkan komunikasi jarak jauh, terutama dengan keluarga di luar negeri, tetapi juga mendorong diversifikasi ekonomi lokal dengan menyediakan akses ke barang-barang dari luar daerah yang dapat dijual kembali di desa.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana infrastruktur digital bisa menjadi katalis diversifikasi ekonomi di daerah 3T yang sebelumnya sangat bergantung pada sektor pertanian dan perikanan.
Di sektor publik, keberadaan akses internet di fasilitas seperti Puskesmas, sekolah, dan kantor desa juga memberikan manfaat signifikan. Digitalisasi administrasi kesehatan memungkinkan Puskesmas mengelola data pasien dan stok obat dengan lebih efisien, serta melakukan telekonsultasi dengan dokter spesialis di kota besar untuk penanganan kasus yang lebih kompleks. Hal serupa terjadi di dunia pendidikan, dimana guru dan siswa kini bisa mengakses materi pembelajaran daring untuk memperkaya proses belajar-mengajar, meskipun keterbatasan perangkat dan kualitas koneksi masih menjadi tantangan di beberapa tempat.
Selain menggarisbawahi manfaat, studi ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan yang perlu dibenahi untuk memaksimalkan dampak proyek BAKTI. Kualitas sinyal yang tidak stabil di beberapa area, potensi konflik terkait pemanfaatan tanah adat untuk pembangunan menara BTS, serta perlunya pengawasan penggunaan internet oleh anak-anak menjadi poin yang harus diperhatikan ke depan.
Untuk mengoptimalkan hasil proyek, tim peneliti menyarankan beberapa langkah penyempurnaan. Pertama, peningkatan kerja sama dengan operator seluler swasta diperlukan untuk memperkuat jaringan, terutama di daerah dengan kepadatan pengguna yang tinggi. Kedua, pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif dengan masyarakat adat dalam pembangunan BTS perlu diperkuat untuk meminimalisir potensi konflik. Ketiga, pengelolaan akses internet di fasilitas publik harus lebih tepat sasaran, misalnya dengan mengatur jam akses di sekolah agar lebih terfokus pada kegiatan pendidikan.
Selain itu, perluasan program literasi digital bagi masyarakat di daerah 3T juga menjadi kunci agar adopsi internet bisa berjalan sehat dan produktif. "Literasi digital ini harus mencakup tidak hanya cara memanfaatkan internet, tapi juga kesadaran tentang keamanan data pribadi dan potensi risiko seperti hoaks dan penipuan daring," tulis laporan tersebut.
Di level yang lebih luas, pengembangan ekosistem ekonomi digital yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dari pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, hingga lembaga pendidikan, diperlukan untuk menjamin keberlanjutan dampak positif proyek BAKTI. Hal ini bisa dimulai dengan meningkatkan kapasitas pelaku UMKM dalam memanfaatkan kanal digital untuk perdagangan, serta mengembangkan sistem logistik dan pembayaran yang andal untuk mendukung ekonomi digital.
"BAKTI tidak hanya berperan sebagai penyedia infrastruktur, tetapi juga sebagai inisiator dalam mendorong keterlibatan operator seluler swasta. Kolaborasi yang lebih erat dengan pemerintah daerah dan peningkatan kualitas infrastruktur tetap diperlukan untuk memaksimalkan manfaat bagi masyarakat," jelas Direktur Utama BAKTI Kominfo, Fadhilah Mathar.
Dia menekankan komitmen BAKTI untuk terus mendampingi daerah 3T sampai terbentuk ekosistem digital yang mapan dan berkelanjutan. "Kami ingin menjadi jembatan yang tidak hanya menghubungkan daerah 3T secara fisik melalui jaringan telekomunikasi, tetapi juga membuka pintu pemberdayaan sosial-ekonomi bagi masyarakat di wilayah ini melalui kekuatan internet," pungkasnya.