Bisnis.com, JAKARTA – Tahun ini, migrasi di dunia kerja berpotensi terjadi di Tanah Air. Sebanyak 70% pencari kerja di Indonesia dilaporkan aktif mencari peluang baru. Sayangnya, potensi arus ini tidak diiringi dengan realisasi perekrutan yang memadai. Mayoritas para pencari kerja dighosting oleh perekrut.
Ghosting merupakan fenomena saat perekrut tidak memberi kejelasan kabar atau menghilang tiba-tiba setelah pelamar mengirim lamaran kepada perekrut.
Laporan terbaru LinkedIn mengungkapkan persentase pencari kerja dalam negeri yang aktif mencari pekerjaan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata global yang hanya sebesar 58%.
Menurut ahli karir di LinkedIn Serla Rusli, kian banyaknya jumlah pencari kerja harus dibarengi dengan kemampuan beradaptasi yang baik, pendekatan baru, serta melamar di pekerjaan yang sesuai dengan skills.
“Sehingga mereka dapat tampil lebih menonjol,” kata Serla dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Kamis (16/1/2025).
Apabila tidak, para pencari kerja bisa terbentur dengan fenomena ghosting oleh perekrut. Data LinkedIn mengungkapkan hampir 6 dari 10 atau 59% pencari kerja mengaku pernah di-ghosting dan tidak mendapat respons setelah mengirimkan lamaran atau menghubungi tim perekrut.
Hasilnya, 58% responden mengatakan bahwa proses pencarian kerja menjadi lebih sulit, 59% memakan waktu lebih lama dalam setahun terakhir. Tren ini menunjukkan profesional Indonesia perlu mengubah strategi dalam pekerjaan pada 2025.
Rata-rata, profesional di Indonesia menghabiskan waktu hingga empat jam per minggu untuk mengirim sebanyak lima lamaran pekerjaan.
Sebanyak 42% profesional percaya semakin banyak lamaran yang dikirimkan, semakin besar peluang mereka mendapat pekerjaan. Anggapan ini 45% berasal dari Gen Z dan 43% milenial.
Namun, sekitar 43% profesional di Tanah Air yang mengaku telah mengirim lebih banyak lamaran dari biasanya, justru tidak mendapatkan balasan.
Di sisi lain, para perekrut kelelahan dengan banyaknya lamaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan. Sebanyak 80% perekrut mengatakan mereka menerima lebih banyak lamaran dibandingkan dengan tahun lalu.
Ini mengakibatkan 29% dari mereka menghabiskan waktu hingga 3-5 jam dalam sehari untuk menyeleksi lamaran. Namun, mereka melaporkan dari lamaran yang diterima, tidak ada satupun yang benar-benar memenuhi kualifikasi.