Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) disarankan untuk memprioritaskan lelang spektrum 700 MHz ketimbang 1,4 GHz. Potensi pendapatan negara yang besar dan ekosistem yang lebih matang jadi salah satu pertimbangan.
Diketahui, pemerintah tengah menyiapkan seleksi pita frekuensi 1,4 GHz guna mendorong pemerataan internet cepat dan merealisasikan wacana kecepatan internet 100 Mbps di sejumlah lokasi. Namun, pada saat yang bersamaan Komdigi tak kunjung merealisasikan seleksi pita frekuensi 700 MHz.
Akademisi dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB Agung Harsoyo mengatakan lelang frekuensi 700 MHz merupakan masalah fundamental yang belum terselesaikan.
Spektrum 700 MHz telah kosong dan tak berpenghuni sejak 2-3 tahun lalu. Negara tidak mendapatkan manfaat apapun selama spektrum tersebut menganggur.
Dia mengatakan negara berpeluang mendapat Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari lelang tersebut yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
“Jika Komdigi tak segera melelang frekuensi tersebut, maka pemerintah berpotensi kehilangan potensi peningkatan digital dividen yang besar dari pemanfaatan frekuensi 700 MHz dan 26 GHz dalam mendukung peningkatan layanan digital bagi masyarakat,” kata Agung, Minggu (2/2/2025).
Agung menambahkan kehadiran pita frekuensi 700 MHz akan membantu operator telekomunikasi dalam meningkatkan cakupan layanan dan meningkatkan kualitas jaringan internet 4G atau 5G.
Agung menyarankan agar Komdigi dapat melelang frekuensi 700 MHz terlebih dahulu dari pada frekuensi 1.4 GHz yang sekarang sedang masuk tahap konsultasi publik.
Proses seleksi dilakukan secara terbuka, transparan dan dapat diikuti oleh seluruh penyelenggara sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Komdigi.
Pertimbangan harus memprioritaskan lelang frekuensi 700 MHz, kata Agung, karena Komdigi pernah menerbitkan PM 10 tahun 2023 tentang lelang frekuensi 700 MHz dan 26 Ghz. Hingga saat ini lelang frekuensi 700 MHz dan 26 Ghz belum dilakukan. Selain itu dari sisi ekosistem, frekuensi 700 MHz dan 26 Ghz sudah matang ketimbang 1.4GHz.
Agung juga menyarankan Komdigi dapat melakukan lelang frekuensi untuk operator telekomunikasi memiliki rekam jejak yang teruji dalam mendukung program pemerataan infrastruktur telekomunikasi. Prinsip dasar frekuensi adalah sumberdaya terbatas yang dimiliki negara.
BWA
Agung juga menyoroti mengenai rencana pemerintah untuk menghidupkan kembali BWA.
Dia mengatakan bahwa Indonesia punya pengalaman frekuensi dikuasai operator telekomunikasi yang kurang mendukung program pemerintah yaitu pada saat pengalokasian 2.3 GHz untuk penyelenggaraan BWA 2009.
Satu persatu penyelenggara yang menang seleksi di pita 2,3 GHz tersebut tutup dan pada akhirnya dicabut pita frekuensinya dan dikembalikan ke negara. Dia berharap agar ke depan alokasi spektrum dilakukan secara tepat.
“Apa lagi saat ini Presiden Prabowo telah mencanangkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8%, sehingga pengalokasian spektrum frekuensi radio harus tepat guna dan tepat sasaran agar sektor telekomunikasi dan digital dapat menjadi enabler pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Agung.
Lebih lanjut, Agung juga mengharapkan Komdigi dapat melakukan evaluasi mendalam penguasaan frekuensi oleh operator selular di Indonesia, khususnya pasca terjadi konsolidasi industri yang hanya menyisakan 3 operator.
“Jangan sampai ada penguasaan frekuensi yang berlebih oleh operator selular yang memiliki jumlah pelanggan sedikit. Evaluasi mendalam antara jumlah frekuensi dengan pelanggan perlu dilakukan Komdigi,” kata Agung.
Dia mengatakan hingga saat ini pemerintah belum menyentuh permasalahan fundamental terkait penyehatan industri telekomunikasi. Digitalisasi suatu daerah sulit terealisasi tanpa adanya infrastruktur telekomunikasi yang dibangun oleh pelaku industri.
Para pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi seperti Atsi, Mastel, APJII, Apjatel, Askalsi, Aspimtel, dan Assi telah memberikan usulan terkait penyehatan industri yang hingga saat ini belum mendapatkan respons.
“Komdigi diharapkan dapat memberikan terobosan dan bisa memutuskan insentif bagi industri telekomunikasi. Minimal Komdigi dapat segera menentukan harga IPFR yang affordable bagi industri. Tujuannya agar industri telekomunikasi kembali sehat dan bisa memberikan layanan telekomunikasi dan harga yang terjangkau bagi masyarakat,” kata Agung.