Komdigi Akui Pemblokiran IP untuk Atasi Judi Online Belum Manjur, Masih Banyak Celah

Pernita Hestin Untari
Jumat, 4 Juli 2025 | 14:23 WIB
ILUSTRASI JUDI ONLINE Warga mengakses platform judi online di Jakarta, Rabu (24/1/2024). / Bisnis-Arief Hermawan P
ILUSTRASI JUDI ONLINE Warga mengakses platform judi online di Jakarta, Rabu (24/1/2024). / Bisnis-Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi mengungkap bahwa masih terdapat banyak tantangan dalam upaya memberantas praktik judi online, terutama dari sisi teknis dan yurisdiksi antarnegara. 

Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Komdigi Teguh Arifiyadi mengakui langkah pemblokiran alamat protokol internet (IP) belum cukup efektif untuk menghentikan akses ke situs-situs judi online.

“Protokol alamat internet yang berasal dari negara-negara yang suspek terkait judi online. Kami batasi IP-nya. Yang boleh akses mana? Apakah selesai masalahnya? Tidak juga,” kata Teguh dalam Konferensi Pers & Nobar Film Agen +62 yang digelar DANA di Jakarta pada Kamis (3/7/2025). 

Menurutnya, pelaku kerap menyiasati pemblokiran dengan cara memalsukan alamat IP agar seolah berasal dari negara lain yang belum diblokir.  Bahkan ketika satu negara sudah diblokir, pelaku masih bisa mengakses lewat VPN dan metode masking lainnya.

Selain soal teknis, Teguh menyoroti tantangan yang timbul akibat perbedaan kebijakan hukum antarnegara. Di kawasan Asia Tenggara, misalnya, masih ada negara yang melegalkan praktik judi, baik secara offline maupun online.

Lebih lanjut, Teguh menekankan bahwa tantangan ini bukan hanya urusan regulasi, tapi juga menyangkut aspek sosial dan ekonomi. Salah satunya adalah keterlibatan pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor-sektor yang mendukung aktivitas ilegal seperti judi dan pinjaman online (pinjol) ilegal di luar negeri.

“Banyak pekerja migran kita yang bekerja di negara-negara yang memberikan ruang bagi operasional judi online. Dan itu jumlahnya banyak sekali. Tadinya mungkin setahun hanya 6.000, sekarang setahun nyampe 90.000. Tiba-tiba kita kirim banyak tenaga kerja yang memang tadi bekerja di sektor-sektor berkaitan dengan judi online maupun pinjaman online ilegal,” ungkapnya .

Dari sisi aliran dana, modus para pelaku juga makin canggih. Teguh mengatakan para pemain judi online kini lebih banyak menggunakan aset kripto dibanding rekening perbankan untuk menyamarkan transaksi mereka.

Menurutnya, pelacakan perputaran dana melalui cryptocurrency jauh lebih rumit dibandingkan melalui rekening perbankan. Apalagi, rekening bank pun kini bisa diperoleh dengan mudah karena banyak yang memperjualbelikannya secara ilegal, termasuk lewat virtual account.

“Tapi kalau pake kripto, itu jadi halangan. Uang kripto ini ada dikirim keluar, perputarannya keluar,” ungkapnya.

Dia menambahkan upaya penanganan masalah ini juga terhambat oleh kompleksitas kerja sama antarnegara. Berbeda pendekatan hukum membuat koordinasi menjadi sulit, sehingga langkah preventif seperti pemblokiran IP pun kembali diandalkan, meskipun efektivitasnya terbatas.

“Nah ini yang lebih rumit. Karena tadi, karena instrumen hukumnya beda. Mereka bilang boleh, kita bilang tidak. Akhirnya apa? Pendekatannya sih pendekatannya, sifatnya preventif dari sisi pemerintah. Misalnya apa? Membatasi akses IP,” kata Teguh.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper