Komdigi Tegaskan Kesepakatan Transfer Data Pribadi ke AS Aman dan Sah

Pernita Hestin Untari
Kamis, 24 Juli 2025 | 09:23 WIB
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah Indonesia menegaskan finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Gedung Putih pada 22 Juli 2025 bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas. 

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan bahwa kesepakatan tersebut justru menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menekankan pengaliran data ke luar negeri harus berada dalam kerangka hukum yang jelas dan melindungi hak-hak warga negara.

“Finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara,” kata Meutya dalam keterangannya pada Kamis (24/7/2024).

Meutya mengatakan, kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce.

Dia juga menegaskan prinsip utama yang dijunjung dalam kesepakatan ini adalah tata kelola data yang baik, perlindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional.

“Mengutip pernyataan Gedung Putih bahwa hal ini dilakukan dengan kondisi ‘…adequate data protection under Indonesia’s law,’” ujar Meutya.

Pengaliran data pribadi lintas negara, kata Meutya, diperbolehkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum. Aktivitas seperti penggunaan mesin pencari (Google, Bing), penyimpanan cloud computing, komunikasi digital melalui WhatsApp atau Instagram hingga pemrosesan transaksi e-commerce adalah beberapa contoh yang masuk dalam kategori sah.

Lebih lanjut, Meutya mengatakan, seluruh proses pengiriman data antarnegara akan tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, dengan prinsip kehati-hatian dan tetap mengacu pada hukum nasional yang berlaku, seperti UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi dan PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

“Pengaliran data antarnegara tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, dengan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan ketentuan hukum nasional,” katanya.

Dia menegaskan, pemerintah memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan. Sebaliknya, seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara. 

Meutya menambahkan, Indonesia ingin tetap relevan dalam dinamika ekonomi digital global. Namun, tanpa mengorbankan kedaulatan atas data warganya.

“Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global. Namun, tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya,” tutur Meutya.

Meutya juga menekankan praktik pengaliran data lintas negara adalah hal yang lazim secara global. Negara-negara G7 seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya telah menerapkannya secara aman dan andal.

“Transfer data pribadi lintas negara pada prinsipnya kedepan adalah keniscayaan. Indonesia mengambil posisi sejajar dalam praktik tersebut, dengan tetap menempatkan pelindungan hukum nasional sebagai fondasi utama,” pungkas Meutya.

Sebelumnya, Gedung Putih dalam pernyataan resminya menyebut bahwa kesepakatan bilateral Indonesia-AS mencakup sejumlah komitmen penghapusan hambatan non-tarif, termasuk kebebasan transfer data lintas batas. 

“Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi ke luar wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan terhadap Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai sesuai dengan hukum Indonesia," jelas penggalan pernyataan bersama itu.

Presiden Prabowo Subianto juga telah menyampaikan bahwa negosiasi masih terus berlangsung. Hal ini ditegaskan dalam dokumen Removing Barriers for Digital Trade yang dirilis oleh Gedung Putih, di mana disebutkan bahwa kesepakatan perdagangan digital masih dalam tahap finalisasi.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami