Bisnis.com, JAKARTA — Para ilmuwan Australia telah mengembangkan teknik pembelajaran perpaduan antara kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan prinsip komputasi kuantum, yang dapat mengubah cara pembuatan microchip.
Dalam studi terbaru, mereka mendemonstrasikan bagaimana algoritma pembelajaran mesin kuantum dapat meningkatkan proses pemodelan hambatan di dalam sebuah chip secara signifikan.
Pembelajaran mesin kuantum sendiri merupakan pendekatan hibrida yang menggabungkan data klasik dengan metode komputasi kuantum. Dalam komputasi klasik, data disimpan dalam bit yang dikodekan sebagai 0 atau 1.
Sementara itu, komputer kuantum menggunakan qubit, yang berkat prinsip-prinsip seperti superposisi dan keterikatan dapat memungkinkannya berada dalam beberapa keadaan bersamaan.
Hal tersebut memungkinkan sistem komputasi kuantum untuk memproses hubungan matematika yang kompleks dengan waktu yang lebih cepat dibanding komputasi klasik.
Kelompok ilmuwan Australia tersebut menggunakan pembelajaran mesin kuantum untuk mengambil data klasik, kemudian mengodekannya dalam keadaan kuantum.
Komputer kuantum dapat mengungkap pola-pola dalam data yang sulit terdeteksi oleh sistem klasik, dan kemudian komputasi klasik kembali mengambil alih data yang sudah diolah tersebut untuk menginterpretasikan hasil.
Peran Kuantum dalam Proses Pembuatan Chip
Fabrikasi semikonduktor adalah proses kompleks yang terdiri dari beberapa tahap yang membutuhkan presisi tinggi. Ketidaksejajaran terkecil pun dapat menyebabkan kegagalan chip.
Hal itu melibatkan penumpukan dan pembentukan ratusan lapisan mikroskopis pada wafer silikon. Kemudian lapisan deposisi melapisi lapisan tipis material pada wafer, dan lapisan fotoresist mengaplikasikan material peka cahaya yang memungkinkan pembentukan pola yang presisi.
Dalam litografi, cahaya mentransfer pola-pola tersebut ke permukaan wafer, untuk selanjutnya proses etsa menghilangkan area material terpilih untuk membentuk struktur sirkuit.
Implantasi ion menyesuaikan sifat listrik setiap lapisan dengan menanamkan partikel bermuatan, dan pada akhirnya, chip dibungkus dan dihubungkan agar dapat diintegrasikan dalam perangkat.
Setelah proses-proses tersebut, komputasi kuantum akan berperan untuk pemodelan resistansi kontak ohmik, yang sering jadi tantangan sulit dalam pembuatan chip.
Resistansi kontak ohmik adalah ukuran seberapa mudah listrik mengalir di antara lapisan logam dan semikonduktor sebuah chip, yang semakin rendah, semakin cepat dan hemat energi kinerjanya.
Langkah tersebut dilakukan setelah material dilapisi dan diberi pola pada wafer, dan memainkan peran penting dalam menentukan seberapa baik chip akan berfungsi. Namun, pemodelannya secara akurat menjadi masalah.
Biasanya para insinyur mengandalkan algoritma pembelajaran mesin klasik untuk membuat prediksi.
Meski algoritma klasik bekerja dengan baik pada dataset yang besar dan bersih, kenyataannya, eksperimen semikonduktor seringkali menghasilkan dataset yang kecil dan berpola nonlinier.
Dataset yang kecil tersebut seringkali kurang efektif dalam pembelajaran mesin, dan itulah yang menyebabkan para peneliti beralih ke komputasi kuantum.
Jenis Algoritma Baru
Dilansir Livescience (30/07/25), tim peneliti Australia tersebut bekerja dengan data dari 159 sampel eksperimental transistor mobilitas elektron tinggi galium nitrida (GaN HEMT), yang dikenal karena kecepatan dan efisiensinya dan umum digunakan pada perangkat elektronik dan 5G.
Mula-mula, mereka mengidentifikasi variabel fabrikasi mana yang memiliki dampak terbesar resistansi kontak Ohmik, dan mempersempit kumpulan data ke input yang paling relevan.
Lalu, mereka mengembangkan arsitektur pembelajaran mesin baru yang disebut Quantum Kernel-Aligned Regressor (QKAR).
QKAR mengonversi data klasik menjadi status kuantum, memungkinkan sistem kuantum mengidentifikasi hubungan kompleks pada data.
Algoritma klasik kemudian mempelajari wawasan tersebut dan menciptakan model prediktif untuk memandu fabrikasi chip.
Hasil pengujian menunjukkan, QKAR mampu mencapai hasil resistansi Ohmik yang jauh lebih baik daripada yang dicapai dengan model tradisional, yaitu sekitar 0,338 ohm per milimeter.
“Temuan ini menunjukkan potensi pembelajaran mesin kuantum untuk secara efektif menangani tugas regresi berdimensi tinggi dan sampel kecil dalam domain semikonduktor,” kata tim peneliti tersebut.
Mereka juga menjelaskan, metode ini dapat segera diterapkan pada produksi chip di dunia nyata, seiring dengan terus berkembangnya perangkat keras kuantum.
(Muhamad Rafi Firmansyah Harun)